Ilmuwan BRIN Ungkap Realita di Balik Energi 'Abadi' Thorium

6 days ago 8
Web Warta News Siang Tepat Terbaru

Jakarta -

Temuan thorium dalam jumlah besar di China, diklaim ahli geologi di Beijing dapat memberikan sumber energi 'abadi' bagi negara tersebut. Namun tentu selalu ada tantangan di balik sebuah keistimewaan.

Para peneliti bidang nuklir di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga melakukan penelitian dan pengembangan untuk melihat kelebihan thorium, dibandingkan bahan bakar konvensional lainnya pada reaktor nuklir yang beroperasi saat ini.

Saat hadir di acara International Atomic Energy Agency Scientific Forum 'Nuclear Innovation for Net Zero', di Wina, Austria 2023 lalu, peneliti Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN) BRIN Nuri Trianti pernah menjelaskan siklus bahan bakar berbasis thorium, potensi keunggulan, tantangan, dan reaktor yang prospektif untuk menggunakan bahan bakar berbasis thorium.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Potensi tersebut di antaranya, thorium diyakini memiliki cadangan di alam sekitar tiga kali lebih banyak dari uranium, memiliki sifat termofisika yang menguntungkan, keunggulan sifat neutronik yaitu memiliki kemampuan absorpsi neutron termal sekitar tiga kali lipat dibandingkan uranium, dan thorium juga secara umum dinilai memiliki resistansi proliferasi yang lebih baik," jelasnya, seperti dikutip detikINET dari siaran pers di situs resmi BRIN, Kamis (6/3/2025).

Selain kelebihan tersebut, ada beberapa tantangan, baik di sisi hulu maupun hilir dalam pemanfaatan thorium sebagai bahan bakar reaktor daya nuklir.

Beberapa tantangan pemanfaatan thorium dalam skala yang lebih masif adalah masih kurangnya infrastruktur untuk pengembangan dan penilaian performa sistem reaktor dan siklus bahan bakar thorium, dibandingkan infrastruktur bahan bakar yang ada saat ini. Selain itu, operasional bahan bakar thorium masih terbatas.

"Dari sudut pandang ekonomi, thorium masih memiliki biaya yang tinggi karena permintaan terhadap mineral thorium sebagai produk utama masih rendah," ungkap Nuri.

"Untuk meningkatkan pemanfaatan thorium sebagai bahan bakar, siklus bahan bakar perlu sepenuhnya dipenuhi mulai dari esktraksi mineral, fabrikasi pellet atau microspheres, sistem keselamatan, dan manajemen limbah," sambungnya.

Sebagai bentuk inovasi rendah karbon, dia menyebutkan teknologi reaktor generasi baru yang dinilai sesuai untuk bahan bakar berbasis thorium adalah Molten Salt Reactor (MSR) dan reaktor berukuran kecil dan modular, dikenal dengan Small Modular Reactor (SMR).

"SMR memiliki karakteristik mengalami poisoned pada siklus awal bahan bakar (begining of cycle), sehingga thorium dapat dimanfaatkan sebagai penyerap pada siklus awal dan juga digunakan sebagai material fertile selama siklus berlangsung," paparnya.

Di forum yang sama, Rohadi Awaludin, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimeteri (PRTRRB) BRI yang saat itu menjabat Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN mengatakan, Indonesia berperan dalam mencegah perubahan iklim dalam diskusi ini.

"Pada forum ini, para pakar dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, menyoroti peran dari reaktor nuklir yang mutakhir dengan teknologi rendah karbon untuk mitigasi perubahan iklim dunia," kata dia.

Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi dan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Teknologi rendah karbon termasuk energi nuklir dan energi terbarukan seperti thorium mengambil peran dalam transisi menuju masa depan yang netral karbon.

Demi mewujudkannya, dibutuhkan inovasi teknologi baru yang memberikan kontribusi penuh terhadap dekarbonisasi sistem energi dunia.


(rns/rns)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global