Jakarta -
Seorang perempuan yang diperkirakan meninggal dunia 2.000 tahun lalu di China ditemukan dengan gigi diwarnai merah. Pada giginya, para arkeolog menemukan jejak cinnabar, bentuk merkuri sulfida berwarna merah terang.
Melansir ScienceAlert, Rabu (26/3/2025) karena kandungan merkuri, mineral ini beracun. Meskipun cinnabar dan pigmen merah lainnya sering ditemukan dalam konteks penguburan, dan digunakan untuk tujuan perdukunan, sebuah tim yang dipimpin oleh Sen You dari Universitas Jilin di China percaya bahwa, dalam kasus ini, cinnabar itu dipakai selama perempuan muda tersebut masih hidup.
Tengkorak ini dinamakan dengan sebutan 'Putri Merah dari Jalur Sutra'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dipercayai bahwa cinnabar dicampur dengan bahan pengikat, kemudian digunakan untuk mewarnai gigi perempuan muda ini sebelum meninggal," tulis para peneliti dalam makalah mereka.
"Ini adalah satu-satunya kasus yang diketahui tentang pewarnaan gigi merah secara sengaja menggunakan cinnabar, zat biotoksik," jabar penelitian yang telah dipublikasi di Archaeological and Anthropological Sciences tersebut.
Sisa-sisa perempuan yang tidak diketahui namanya itu ditemukan di sebuah situs arkeologi yang disebut pemakaman Shengjindian di Xinjiang, di sepanjang Jalur Sutra kuno. Jalur ini dilalui para leluhur untuk berdagang barang dan bermigrasi ke tempat-tempat yang jauh di sekitar Asia dan Eropa selama lebih dari satu milenium.
Seorang perempuan yang diperkirakan meninggal dunia 2.000 tahun lalu di China ditemukan dengan gigi diwarnai merah. Foto: (You et al., Archaeol. Anthropol. Sci., 2025)
Pemakaman itu digali antara tahun 2007-2008, menghasilkan total 31 makam dan banyak barang kuburan yang berharga, seperti sutra, tembikar, artefak emas dan perunggu. Tak ketinggalan manik-manik kaca dan onyx.
Putri Merah (yang mungkin sebenarnya bukan bangsawan), ditemukan di sebuah makam bersama sisa-sisa tiga orang lainnya, termasuk seorang anak. Dia baru berusia 20 hingga 25 tahun ketika dia meninggal, antara 2.200 dan 2.050 tahun yang lalu.
Yang membuat para arkeolog penasaran adalah jejak warna merah yang ditemukan di giginya. Ada beberapa zat berbeda yang dapat digunakan sebagai pigmen merah, termasuk cinnabar, hematit, dan oker, sehingga mereka harus melakukan pengujian untuk mengetahui zat apa itu.
Mereka menggunakan spektroskopi Raman untuk mengidentifikasi zat tersebut sebagai cinnabar, dan spektroskopi fluoresensi sinar-X untuk mengonfirmasi identifikasi, dan menyingkirkan kemungkinan kontaminasi lingkungan.
Analisis spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) kemudian mengidentifikasi keberadaan zat protein yang mungkin digunakan untuk mengikat warna pada gigi.
Tidak diketahui secara pasti dari apa bahan pengikat ini dibuat, tetapi pengikat semacam itu di China kuno relatif umum. Itu biasanya terdiri dari bahan hewani, seperti kolagen, putih telur, atau susu.
Lebih lanjut, alasan mengapa perempuan itu mewarnai giginya dengan warna merah tidak diketahui. Akan tetapi, merah telah lama dianggap sebagai warna penting dan membawa keberuntungan di China. Praktik tersebut mungkin memiliki alasan spiritual.
Seperti yang ditunjukkan oleh para peneliti, cinnabar memiliki peran yang cukup menonjol dalam praktik perdukunan, serta pengobatan tradisional, dan memiliki sifat psikoaktif yang mungkin membuatnya berguna sebagai halusinogen. Di sisi lain, alasannya mungkin hanya untuk menunjang kosmetik. Contohnya, gigi yang menghitam pernah populer di Asia Tenggara dan Oseania.
Bisa jadi pula, gigi merah perempuan itu mungkin menunjukkan status.
"Mengingat distribusi geografis cinnabar dan identitas penggunanya, identitas sosial pemilik makam mungkin cukup tidak biasa untuk mengakses sumber daya yang berharga ini," tulis para peneliti.
"Lebih banyak penyelidikan dan penemuan diperlukan untuk menguji hipotesis ini," tandas mereka.
(ask/fay)