Pengungkapan kasus dugaan korupsi proyek Pusat Dana Nasional Sementara (PDNS) menjadi babak baru sebuah cerita panjang. Ada proyek yang diakal-akali, kena ransomware, berujung kecurigaan aparat dan jeratan hukum.
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) sudah menahan lima tersangka yaitu:
- Semuel Abrijani Pangerapan (SAP), Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024.
- Bambang Dwi Anggono (BDA), selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah Pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023.
- Nova Zanda atau NZ, selaku penjabat membuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 sampai dengan 2024.
- lfi Asman (AA) selaku Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023.
- Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
Publik tentunya masih ingat dengan kejadian ransomware Brain Chiper terhadap PDNS yang bikin heboh dan memalukan itu. Penangkapan 5 tersangka ini menjadi pelengkap puzzle kenapa proyek PDNS begitu carut marut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, kita bisa mendapatkan urutan ceritanya seperti berikut ini:
1. Eks Dirjen Kominfo dkk mengakali proyek Pusat Data Nasional
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN). Namun pada 2019, Kominfo justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara, yang bertentangan dengan Perpres tersebut dan rupanya akal-akalan para tersangka.
"Di mana dalam pelaksanaan dan pengelolaannya akan selalu tergantung kepada pihak swasta. Perbuatan tersebut dilakukan demi memperoleh keuntungan oleh para tersangka yang dilakukan dengan pemufakatan untuk pengkondisian pelaksanaan kegiatan Pusat Data Nasional Sementara," kata Kepala Kejari Jakpus Safrianto Zuriat Putra.
Tak hanya itu, ada kongkalikong pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta. Bahkan, kata Safrianto, barang yang digunakan untuk layanan PDNS tidak memenuhi spesifikasi.
"Dalam pelaksanaannya perusahaan pelaksana justru mensubkonkan kepada perusahaan lain dan barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis," katanya.
Safrianto menyebut para tersangka sengaja menggunakan barang yang tidak sesuai spesifikasi agar bisa mendapat keuntungan. Nantinya keuntungan itu digunakan untuk menyuap pejabat di Kominfo.
"Hal ini dilakukan agar para pihak mendapatkan keuntungan dan mendapatkan kickback melalui suap di antara pejabat Kominfo dengan pihak pelaksana kegiatan," ujarnya.
Terhadap kasus ini, jaksa menyita uang tunai Rp 1,7 miliar, 3 mobil hingga 176 gram logam mulia dari beberapa lokasi antara lain Kantor Komdigi, PT Pinang Alif Teknologi, PT Docotel di Jakarta Selatan, Kantor Pusat PT Aplikanusa Lintasarta di Menara Thamrin Jakpus dan Gedung Lintasarta di Cilandak, Jakarta Selatan.
Safrianto mengatakan Dirjen Aptika Kominfo Semuel Abrijani Pangarepan dan Direktur Layanan Aptika Kominfo Bambang Dwi Anggono (BDA) menerima uang kickback Rp 11 miliar. Perbuatan para tersangka membuat negara rugi ratusan miliar rupiah.
"Sementara kita sampaikan sudah ada kerugian keuangan negara dan perhitungan sementara ratusan miliar," tambahnya.
2. Skandal ransomware Brain Chipher terhadap PDNS yang memalukan
Foto: Kejari Jakpus menetapkan 5 tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). (Taufiq/detikcom).
PDNS menjadi fasilitas penyimpanan data pemerintah, mulai dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah secara terpusat yang sifatnya penyimpanan sementara. Data penting masyarakat yang tersimpan ini, yaitu seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), nomor rekening, nomor HP, dan data pribadi lainnya.
Proyek PDNS menelan biaya Rp 959,485 miliar dengan pembangunan dari tahun 2020-2024. Pembangunan yang tidak sesuai spesifikasinya ini akhirnya mendapatkan tulah di tahun 2024.
Pada pertengahan Juni 2024 layanan publik pemerintah mendadak lumpuh. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkapkan ransomware Brain Chipher varian baru dari Lockbit 3.0 menjadi biang kerok hingga data-data yang tersimpan di dalamnya terkunci. Layanan Imigrasi menjadi yang terparah akibat serangan siber ini.
Hasil analisis forensik BSSN juga menemukan adanya upaya penonaktifan fitur keamanan Windows Defender di PDNS 2. Penggunaan Windows Defender untuk data nasional pun menjadi sorotan kala itu.
Lambatnya proses penanganan hingga pemulihan layanan akibat serangan ransomware PDNS 2 ini pun membuat Semuel Abrijani Pangerapan yang menjabat Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) mengundurkan diri dari jabatannya 4 Juli 2024.
Persoalan tersebut menjadi sorotan Kejari Jakpus untuk menyelidiki dugaan korupsi PDNS Kominfo. Pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) diabaikan sehingga terjadi serangan ransomware.
"Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDNS ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470," kata Kasi Intel Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting dalam keterangannya pers tertulisnya, Jumat (14/3) silam.
3. Menkomdigi angkat bicara
Menkomdigi Meutya Hafid (Foto: Agus Tri Haryanto)
"Kementerian mendukung penuh proses hukum, dan kami segera membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan menyeluruh terkait tata kelola proyek pusat data," ujar Meutya Hafid dalam pernyataan resminya yang diterima detikINET pada Kamis malam (22/5).
Dia menyinggung status dua pegawai Komdigi yang menjadi tersangka. "Kedua pegawai tersebut telah kami berhentikan dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum," tambahnya.
Menkomdigi menekankan kasus ini tidak boleh mengganggu komitmen untuk kedaulatan digital nasional. Ia justru melihat ini sebagai momentum untuk memastikan anggaran publik dipakai maksimal untuk kepentingan rakyat dengan prinsip integritas.
"Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa kelembagaan digital harus dibangun di atas integritas. Kami jadikan ini sebagai momen untuk memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki prosedur, dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini. Reformasi tata kelola digital adalah keharusan, bukan pilihan," tegas Meutya.
Simak Video "Video: Menkomdigi Dukung Dugaan Korupsi PDNS Diusut Tuntas"
[Gambas:Video 20detik]
(fay/agt)