PMI Manufaktur RI Juni Jeblok, Ini Penjelasan Kemenperin

11 hours ago 1

Jakarta -

Kinerja manufaktur Indonesia sedikit melemah pada bulan Juni 2025. Pelemahan ini ditunjukkan oleh menurunnya PMI bulan Juni dan Mei sebesar 0,5 dari 47,4 Mei menjadi 46,9 pada Juni 2025.

Pelemahan PMI Indonesia juga diikuti oleh PMI sebagian negara ASEAN seperti Malaysia dari 48,8 ke 48,6, Thailand, 49,9 ke 49,5 dan Vietnam 50,5 ke 45,6 serta Singapore 50,6 ke 49,6. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai penurunan PMI Indonesia pada bulan Juni 2025 disebabkan dua faktor utama.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief menjelaskan, faktor pertama adalah perusahaan industri masih menunggu paket kebijakan deregulasi yang pro bisnis. Kedua, pelemahan permintaan pasar ekspor dan domestik serta penurunan daya beli masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dua faktor yang menyebabkan PMI Indonesia pada Juni 2025 masih kontraksi dan menurun dibanding bulan Mei 2025 yakni, pertama perusahaan industri masih menunggu kebijakan pro bisnis, dan kedua pelemahan permintaan pasar ekspor dan pasar domestik serta penurunan daya beli di Indonesia," kata Febri dalam keterangan tertulis, Selasa (1/7/2025).

Empat Kebijakan Ditunggu Pengusaha
Pada bulan Juni lalu pengusaha industri masih menunggu kebijakan pro industri seperti kebijakan yang melindungi pasar domestik dari gempuran produk jadi impor murah. Kebijakan yang memperketat masuknya barang impor murah ke pasar domestik sangat ditunggu oleh para pengusaha.

Kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi, membatasi barang impor murah yang telah mempersempit permintaan produk dalam negeri di pasar domestik. Ruang permintaan sempit ini akan semakin terbuka lebar bagi produk dalam negeri di tengah tekanan penurunan daya beli masyarakat.

Salah satu kebijakan pro industri yang melindungi produk dalam negeri di pasar domestik yang ditunggu pengusaha adalah revisi Permendag No. 8 Tahun 2024.

Revisi kebijakan relaksasi impor produk jadi yang disampaikan dalam paket Kebijakan Deregulasi dan Kemudahan Berusaha ini telah diumumkan pemerintah pada hari Senin 30 Juli 2025 dan merupakan langkah positif yang dapat menumbuhkan optimisme pengusaha industri.

Namun, demikian dampak kebijakan ini diperkirakan dampak positifnya akan terasa sekitar 2 bulan kedepan sejak diumumkan terutama pada industri tekstil, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi.

"Kami menduga dampak pencabutan relaksasi impor terutama pada impor produk tekstil, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi akan dirasakan dampaknya pada dua bulan mendatang setelah kebijakan ini diumumkan," sebut Febri.

"Perusahaan industri terutama, industri TPT dan industri Pakaian Jadi bersabar menunggu dampak pemberlakuan kebijakan ini. Namun demikian, pengumuman kebijakan ini tentu sinyal positif bagi industri terutama industri TPT dan Pakaian Jadi," sambung dia.

Industri juga masih menunggu penetapan kebijakan perubahan pelabuhan masuk (entry port) untuk produk impor jadi. Selama ini, produk impor jadi berharga murah masuk melalui berbagai pelabuhan Indonesia. Dengan adanya pembatasan entry port ini maka gempuran produk impor murah di pasar domestik akan berkurang dan sekaligus akan meningkatkan permintaan domestik produk dalam negeri.

Pembatasan entry port bagi produk impor jadi berharga murah sangat penting bagi industri dalam negeri terutama bagi industri yang produknya sulit bersaing dengan produk impor murah yang berasal dari negara produsen yang mengalami over supply.

Kebijakan ini akan mampu meningkatkan permintaan utilisasi industri yang memproduksi produk yang bersaing ketat dengan produk impor murah. Penandatangan IEU CEPA juga sangat ditunggu-tunggu oleh perusahaan industri terutama perusahaan ekspor.

"Perang dagang global telah memaksa industri berorientasi ekspor untuk aktif membuka pasar pada negara tujuan ekspor baru. IEU-CEPA diharapkan bisa memfasilitasi hal ini dimana sebagian produk manufaktur Indonesia bisa masuk pada Uni Eropa dan bersaing dengan produk manufaktur negara lainnya," tuturnya.

"Kebijakan ini sangat ditunggu perusahaan industri dan telah menumbuhkan optimisme mendalam terutama pada perusahaan industri berorientasi ekspor. Perusahaan Industri menunggu penandatanganan perjanjian IEU-CEPA. Mereka optimis setelah penandatanganan IEU-CEPA maka pasar Eropa akan terbuka lebar bagi produk ekspor mereka," tambah Febri.

Faktor Pasar dan Daya Beli
Faktor pasar dan daya beli masyarakat juga ikut andil penurunan PMI Indonesia menjadi 46,9 pada Juni 2025 lalu. Faktor pasar terutama penurunan permintaan di pasar ekspor dan domestik menyebabkan turunnya kinerja manufaktur.

Meski perang tarif dagang global sedikit mereda akan tetapi dampaknya masih dirasakan sampai saat ini oleh industri dalam negeri. Pelemahan permintaan pasar ekspor pada negara tujuan ekspor mengakibatkan sebagian industri dalam negeri melirik pasar domestik untuk menyerap produk mereka.

Hal ini mengakibatkan tekanan permintaan di pasar domestik yang sebelumnya telah dibanjiri oleh produk impor. Sementara itu, pasar dalam negeri juga menghadapi turunnya daya beli masyarakat.

Masyarakat lebih memprioritaskan dana mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar dibandingkan mengkonsumsi produk manufaktur terutama produk sekunder atau tersier.

Pada kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas juga cenderung memprioritaskan menabung atau menginvestasikan dana yang mereka miliki guna mengantisipasi risiko kedepan dari pada membeli produk manufaktur tingkatan tertentu.

Disisi lain, belanja pemerintah terutama belanja atas produk-produk manufaktur baru dimulai pada pertengahan Juni 2025. Belanja pemerintah pada proyek infrastruktur dan konstruksi sudah dirasakan dampaknya terutama bagi industri keramik, semen, kaca, besi dan baja.

Begitu juga dengan kebijakan insentif pemerintah untuk liburan sekolah tahun ini berlangsung pada akhir bulan Juni 2025 awal masuk sekolah. Dampak insentif pemerintah pada saat liburan sekolah dirasakan dampaknya oleh industri makanan, industri minuman, industri kerta, industri tekstil dan industri pakaian jadi.
dari belanja pemerintah

"Kami mengapresiasi insentif pemerintah berupa gaji ke-13, insentif liburan anak sekolah dan momen memasuki tahun ajaran baru yang akan meningkatkan demand, utilisasi dan penyerapan tenaga kerja pada beberapa subsektor industri," imbuh Febri.

Ia menambahkan, dengan dimulai belanja pemerintah atas produk manufaktur dan juga insentif liburan sekolah serta kenaikan permintaan menjelang tahun ajaran baru, diharapkan bisa meningkatkan daya beli masyarakat terutama untuk membeli produk-produk manufaktur kedepannya

Menanggapi PMI manufaktur Indonesia pada bulan Juni, Usamah Bhatti selaku Ekonom S&P Global Market Intelligence menyampaikan, penurunan kondisi sektor manufaktur Indonesia semakin dalam pada pertengahan tahun 2025.

Ini karena lemahnya permintaan pasar yang menyebabkan penurunan produksi dan penjualan. Penurunan penjualan sebagian besar dari pasar domestik.

Penurunan ini mendorong perusahaan menjalankan strategi retrenchment dengan mengurangi tenaga kerja dan aktivitas pembelian. "Ke depannya, perusahaan kurang begitu optimis terhadap perkiraan output, bahkan kepercayaan diri juga turun ke posisi terendah dalam delapan bulan," imbuhnya.

Adapun negara di ASEAN yang PMI manufakturnya juga mengalami kontraksi, yakni Vietnam (48,9), Malaysia (49,3), dan Myanmar (49,0). Sedangkan negara manufaktur lainnya, yang turut mengalami pelemahan PMI manufaktur, yaitu Inggris (47,7), Prancis (47,8), Korea Selatan (48,7), dan Jerman (49,0).

Keterangan: Berita ini mengalami perubahan judul dan isi berita karena ada revisi siaran pers dari Kementerian Perindustrian.

Tonton juga "Mimpi Prabowo Agar Indonesia Jadi Bangsa Produsen dan Manufaktur" di sini:

[Gambas:Video 20detik]

Saksikan Live DetikSore :

(ily/rrd)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global