Jakarta -
Zaskia Adya Mecca, Ratna Galih, Indadari, Wanda Hamidah, dan enam WNI lainnya seperti terkunci di Kairo, Mesir, untuk menuju Global March to Gaza. Saat ini mereka sudah kembali dan berada di Indonesia.
Mereka berangkat dari Indonesia sejak Kamis (12/6/2025) untuk bergabung dengan aktivis lainnya melakukan Global March to Gaza. Global March to Gaza adalah aksi jalan kaki kurang lebih sejauh 50 kilometer dari Kairo menuju Gerbang Rafah bersama dengan ribuan atau lebih manusia dari 50 negara untuk menyerukan dibukanya akses misi kemanusiaan ke Gaza.
Zaskia Adya Mecca mengatakan bukan hanya mereka yang gagal menuju titik pertemuan karena pantauan ketat dari pihak keamanan Mesir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak hanya kami yang gagal ke titik pertemuan, tapi keseluruhan long march pun gak berhasil diadakan, tapi suara yang terdengar, orang-orang yang merapat, semua sudah membuat kami merasa sukses. Peluks!" tulis Zaskia Adya Mecca dalam laman Instagram Story pribadinya, Selasa (17/6/2025).
Zaskia Adya Mecca dan kawan-kawan mengucapkan terima kasih kepada perwakilan PPMI Mesir yang sudah memberikan banyak penjelasan tentang situasi di sana.
Ratna Galih juga berbicara menjelaskan kondisinya. Dia sudah sampai di rumah bersama keluarga. Ratna Galih yang juga gabung dalam rombongan membenarkan selama tiba di Kairo, Mesir, dan ingin menuju titik pertemuan pertama mereka terbungkam dan gak bisa bicara apa pun tentang Gaza.
"Alhamdulillah sudah sampai di rumah, sudah mulai tenang, maaf baru bisa share POV aku kemarin ikutan Global March, ini purely dari POV aku sendiri," kata Ratna Galih.
Ratna Galih memberikan penjelasan soal keberangkatannya ke Kairo, Mesir. Mereka berangkat H-2 sebelum Global March to Gaza. Ratna Galih berharap gak ada lagi narasi yang memecah belah soal aksi damai tersebut.
"Sebelum kami berangkat kami sudah berkomunikasi secara resmi bersurat ke KBRI, Kemenag, Kemenlu, dan lain-lain, dan kami terus berkomunikasi dengan memberi update selama kami di sana," tulisnya.
Meskipun Global March to Gaza belum bisa terjadi, Ratna Galih menilai ini jadi bukti masih banyak yang peduli.
"Terlepas segala ikhtiar kami, iktiar penyelenggara pusat, Global March belum bisa terealisasikan. Namun, cukup menjadi bukti bahwa dunia peduli, rakyat sipil pun sudah siap bertindak apabila otoritas mengizinkan dan meminta," tuturnya.
"Insyaallah ini yang terbaik, usaha kami tidak akan berhenti karena ini hanya awal mula dari persatuan muslim dari segala kalangan yang sudah mulai terbentuk," tutupnya.
Indadari juga menuliskan hikmah yang didapat dari perjalanannya kemarin menuju Global March to Gaza.
"Dalam keputusan kami mengikuti Global Long March ini ada satu hal yang ingin saya angkat. Ternyata setelah menyebutkan beberapa alasan penting dalam gerakan ini, ternyata kami punya pemikiran yang sama. Yaitu sebagai Orang Tua, melalui apa yang kami lakukan ini, kami ingin anak-anak kami melihat dan belajar untuk tidak tinggal diam ketika melihat ketidakadilan, kezaliman," tulis Indadari.
"Kami sadar, menjadi orang tua butuh contoh nyata, bukan sekedar kata. Bergerak agar mental kuat dan pemberani tercetak pada anak keturunan kami, agar tidak menjadi bagian dari istilah 'generasi strawberry' yang banyak tumbuh saat ini," sambungnya.
Indadari mengatakan perjuangan bukan tentang berhasil atau tidaknya. Namun, niat dan ikhtiar yang dilakukan, tanpa berpangku tangan dan bungkam melihat kejadian yang tidak adil.
"Mungkin gerakan GLM tidak berhasil ke Rafah, bahkan kami yang sedikit ini tidak bisa bergerak menuju perbatasan. Tapi ini bukan akhir, justru ini langkah awal menuju untuk melanjutkan perjuangan sampai nafas berhenti dan langkah tak mampu berpijak di Bumi lagi," tutupnya.
(pus/mau)