Dasar Lubang Biru Raksasa Dibor, Terungkap Sejarah 5.700 Tahun

5 days ago 16
Portal Warta News Pagi Cermat Terbaru

Jakarta -

Sejarah Great Blue Hole atau Lubang Biru Raksasa di Karibia terungkap melalui inti sedimen sepanjang 30 meter yang diambil dari kedalaman sinkhole laut tersebut.

Mencatat sejarah alam selama 5.700 tahun, sampel tersebut menunjukkan bahwa badai semakin sering terjadi di bagian Karibia barat daya ini dan badai besar mungkin akan terjadi di masa depan.

Great Blue Hole ditemukan di Lighthouse Reef Atoll di Laut Karibia sekitar 80 kilometer dari lepas pantai Belize. Di tengah perairan dangkal berwarna biru kehijauan di atol tersebut, sebuah lubang bundar besar tiba-tiba menukik hingga kedalaman 124 meter, yang tampak seperti lubang biru tua yang luas dari langit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lubang amblas laut ini terbentuk selama beberapa periode glasiasi ketika permukaan laut jauh lebih rendah daripada saat ini. Selama masa ini, area tersebut berada di atas permukaan laut, sehingga memungkinkan terbentuknya sistem gua batu kapur.

Saat periode glasial berakhir dan permukaan laut naik, gua-gua ini tenggelam dan akhirnya runtuh, menciptakan lubang amblas laut besar dan melingkar yang kita lihat sekarang.

Dasar lubang yang terendam ini secara bertahap mengumpulkan sedimen selama 20 ribu tahun terakhir, dengan setiap lapisan berfungsi sebagai arsip untuk peristiwa cuaca ekstrem di wilayah tersebut.

Pada musim panas 2022, para ilmuwan yang dipimpin oleh Goethe University Frankfurt melakukan perjalanan ke Belize dan berhasil memperoleh sampel inti sedimen sepanjang 30 meter dari Great Blue Hole menggunakan platform pengeboran yang dikirim melintasi laut ke lokasi tersebut.

Dengan mempelajari berbagai lapisan, para peneliti dapat memperoleh wawasan tentang kondisi iklim dan cuaca kuno selama ribuan tahun terakhir.

Salah satu fitur khusus yang mereka cari adalah lapisan peristiwa sedimen yang berbeda (disebut tempestites), yang disebabkan oleh gelombang agresif dan gelombang badai yang mengangkut partikel kasar dari tepi terumbu timur atol ke lubang pembuangan laut. Jika ini muncul di suatu lapisan, maka itu adalah tanda pasti bahwa badai besar mengguncang wilayah tersebut.

Studi yang diterbitkan di jurnal Science Advances ini membeberkan bahwa dengan menggunakan tanda-tanda ini, tim dapat mengidentifikasi total 574 peristiwa badai selama 5.700 tahun terakhir.

"Karena kondisi lingkungan yang unik, termasuk air dasar yang bebas oksigen dan beberapa lapisan air yang berlapis, sedimen laut yang halus dapat mengendap tanpa banyak gangguan di Great Blue Hole," kata Dr. Dominik Schmitt, penulis utama studi dan peneliti di Biosedimentology Research Group di Goethe University Frankfurt, dikutip dari IFL Science.

"Di dalam inti sedimen, sedimen tersebut tampak seperti lingkaran pohon, dengan lapisan tahunan yang warnanya bergantian antara abu-abu kehijauan dan hijau muda, tergantung pada kandungan organiknya," ujarnya.

"Batuan tempestit menonjol dari sedimen abu-abu-hijau yang terbentuk pada cuaca cerah dalam hal ukuran butiran, komposisi, dan warna, yang berkisar dari krem hingga putih," jelas Schmitt.

Inti sedimen juga menunjukkan bahwa frekuensi badai tropis dan angin topan di Karibia barat daya telah meningkat secara bertahap selama enam milenium terakhir. Rata-rata ada empat hingga 16 badai tropis dan angin topan di bagian dunia ini setiap abad, namun sudah ada sembilan badai dalam 20 tahun terakhir, yang menunjukkan bahwa abad ini akan mengalami lebih banyak badai daripada biasanya.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa sekitar 45 badai tropis dan angin topan dapat melewati wilayah ini dalam satu abad saja. Ini akan jauh melampaui variabilitas alami selama ribuan tahun terakhir," tambah Profesor Eberhard Gischler, kepala Kelompok Riset Biosedimentologi di Goethe University Frankfurt.

Salah satu faktor kunci adalah pergerakan ke arah selatan dari sabuk cuaca utama, Zona Konvergensi Intertropis, yang membantu menentukan di mana badai terbentuk dan ke mana badai itu bergerak. Pada saat yang sama, meningkatnya suhu laut memicu badai yang lebih dahsyat.

Namun, ini bukan sekadar siklus alami. Penulis studi menekankan bahwa peningkatan tajam dalam aktivitas badai mengarah langsung pada perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, dengan pemanasan yang dimulai pada Era Industri menciptakan kondisi yang sempurna untuk badai yang lebih sering terjadi dan lebih kuat.


(rns/rns)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global