Jakarta -
Debu-debu Gurun Sahara menerbangkan radioaktif plutonium. Sumbernya adalah jejak isotop dari uji coba bom atom saat Perang Dingin.
Dalam sebuah studi baru, para ilmuwan telah menyelidiki apakah sejumlah besar isotop radioaktif yang dihasilkan oleh pengujian ini bakal terbawa hingga ke Eropa Barat di tengah peristiwa debu Sahara yang kuat pada bulan Maret 2022. Mereka menemukan bahwa radiasi masih tertinggal dalam debu yang mencapai Eropa, tetapi bukan dari sumber yang mereka duga.
Melansir IFLScience, Senin (3/2/2025) antara tahun 1960 dan 1966, Prancis meledakkan 17 bom di Sahara Aljazair, yang berada di bawah kendali kolonial mereka hingga mereka memperoleh kemerdekaan pada tahun 1962. Dengan bentang alamnya yang luas dan jarang penduduknya, tempat itu dianggap sebagai lokasi yang ideal untuk pengujian senjata nuklir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun ada klaim bahwa bom akan dijatuhkan di wilayah yang tidak berpenduduk, ribuan penduduk setempat dan tentara Prancis terpapar radiasi. Perkiraan paling parah menunjukkan bahwa hingga 60.000 warga Aljazair terkena dampak ledakan tersebut, sementara Kementerian Pertahanan Prancis berpendapat jumlahnya mendekati 27.000 orang.
Anehnya, studi baru menemukan bahwa isotop radioaktif yang ada dalam debu Sahara yang mencapai Eropa pada bulan Maret 2022 berasal dari uji coba nuklir yang dilakukan oleh AS dan Uni Soviet, bukan Prancis.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances menyebut meskipun AS dan Uni Soviet tidak melakukan uji coba di Sahara, sifat uji coba nuklir mereka yang produktif selama Perang Dingin meninggalkan jejak radioaktif yang tersebar luas dan dapat dideteksi bahkan dalam debu Sahara.
Peta peristiwa debu Maret 2022: CSEM dan CEMO tempat uji coba nuklir dilakukan ditandai dengan kotak, sedangkan titik-titik di Eropa menandai sampel yang digunakan dalam penelitian. Foto: Xu Yang et al. via IFLScience
"Hal ini karena daya ledak uji coba Prancis hanya 0,02% dari total daya ledak Uni Soviet dan AS antara tahun 1950 hingga 1970. Sebagian besar uji coba senjata nuklir Uni Soviet dan AS dilakukan di garis lintang yang sama di Aljazair Selatan, dan puing-puing uji coba ini dapat mencapai ketinggian 8.000 meter dan tersebar oleh angin dengan sangat cepat di tingkat global," Yangjunjie Xu-Yang, penulis utama studi dari Climate and Environment Sciences Laboratory di Prancis.
Tim mencapai kesimpulan ini setelah mempelajari 53 sampel dari peristiwa debu Sahara Maret 2022 dan mencari keberadaan isotop radioaktif tertentu. Hasilnya menunjukkan bahwa debu radioaktif tersebut berasal dari wilayah Reggane di Aljazair, tetapi kadar plutoniumnya tidak sesuai dengan rasio isotop rendah (di bawah 0,07) dari uji coba nuklir Prancis.
Sebaliknya, dengan rasio median 0,187, sampel tersebut selaras dengan tanda uji AS dan Soviet. Hipotesis ini didukung lebih lanjut oleh analisis isotop cesium.
Yang melegakan, kadar radiasi debu Sahara yang mencapai Eropa tetap jauh di bawah ambang batas keamanan Uni Eropa dan tidak mungkin jauh lebih tinggi daripada radiasi latar yang ditemukan di tanah.
"Berdasarkan temuan saya, risikonya dapat diabaikan," tambah Xu-Yang.
"Di Eropa, permukaan tanah sering kali memiliki radioaktivitas dalam orde yang sama besarnya dengan debu Sahara yang dianalisis dalam penelitian kami. Wabah debu Sahara merupakan masalah serius dan menyebabkan polusi atmosfer tingkat tinggi, tetapi polusi ini tidak terkait dengan radioaktivitas debu. Para pembuat kebijakan harus proaktif dalam menangani masalah polusi atmosfer yang disebabkan oleh debu Sahara, tetapi masyarakat harus diberi tahu bahwa polusi ini sama sekali tidak terkait dengan radioaktivitas debu," tandasnya.
(ask/fay)