Petani Tembakau Minta Sri Mulyani Naikkan Dana Bagi Hasil CHT Jadi 10%

1 week ago 28

Jakarta -

Petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) meminta pemerintahan baru untuk bisa memperhatikan industri tembakau. Ada lima hal yang diminta para petani tersebut, salah satunya menaikkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

Selain menaikkan DBH CHT, Ketua Umum Dewan Pimpinan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji, mengatakan jutaan petani tembakau juga menaruh harapan besar ke ratusan kepala daerah yang baru dilantik. Sebanyak 961 kepala daerah yang baru dilantik Presiden Prabowo itu diharapkan bisa melindungi hak-hak kedaulatan ekonomi, sosial, budaya petani tembakau dari agenda proxy war kelompok anti tembakau global yang menginfiltrasi ke lintas sektor (pemerintah, ormas, NGO's) di Indonesia.

"Harapan kami untuk gubernur dan bupati sentra tembakau khususnya di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Jawa Barat yang masyarakatnya masih mengandalkan ekonomi pertanian tembakau sebagai pondasi dasar, agar segera membuat langkah strategis yang bertujuan memperjuangkan masa depan petani tembakau sebagai soko guru Republik Indonesia," kata Agus dalam keterangan tertulis, Kamis (27/2/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

DPN APTI menitipkan lima pekerjaan rumah (PR) besar bagi kepala daerah agar selaras dengan visi misi Asta Cita Presiden. Pertama, mendorong pemerintah agar membuat regulasi yang melindungi pertanian tembakau sebagai pertanian kearifan lokal (local wisdom).

"Saat ini terdapat 480-an regulasi mulai dari Undang Undang sampai dengan Peraturan Daerah yang justru membunuh kelangsungan ekonomi petani tembakau. Tidak ada regulasi yang memayungi hajat hidup ekosistem pertembakauan. Inilah momen para kepala daerah untuk melindungi nasib jutaan petani tembakau," tutur Agus.

Kedua, meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar meninjau ulang PP Nomor 28 Tahun 2024 khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429-463 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau.

"Pasalnya, aturan tersebut mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia yang bertentangan dengan mandat UUD 1945 dan Pancasila. Stakeholders terkait termasuk Gubernur dan Bupati di wilayah sentra tembakau harus dilibatkan dalam perumusan produk hukum tersebut," jelasnya.

Ketiga, mengusulkan kepada Menteri Keuangan terkait Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang kembali ke daerah sentra tembakau untuk dinaikkan dari 2% menjadi 10%, dan penggunaannya minimal 50% untuk maksimalisasi peningkatan bahan baku.

Keempat, meminta Presiden untuk mengkaji ulang kebijakan cukai rokok yang eksesif. Sebab, instrumen cukai sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya industri kretek nasional yang berefek domino terhadap petani tembakau dan cengkeh.

"Akibat kebijakan cukai yang eksesif, negara bisa kehilangan penerimaan cukai sekitar 10% dari total APBN, yang sebenarnya bisa menjadi sumber pendanaan program pemerintah," tutur Agus.

Kelima, mendorong industri kretek memberikan kepastian pembelian tembakau pada musim panen tahun ini, mengingat sebentar lagi petani tembakau di seluruh Indonesia sudah akan memulai musim tanam.

Agus menilai kelima pesan tersebut merupakan harapan besar jutaan petani tembakau kepada kepala daerah sentra tembakau untuk memperhatikan nasib keberlanjutan ekonomi petani tembakau dan keberlangsungan pertanian tembakau sebagai ekonomi pertanian kerakyatan.

"Kami sangat percaya para kepala daerah terpilih akan selalu memperjuangkan hak-hak petani tembakau. Selamat atas terpilihnya 961 kepala daerah dan selamat bekerja untuk menyelamatkan kedaulatan Indonesia Raya," pungkasnya.

(aid/fdl)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global