Short Term Outlook Harga Minyak Tahun 2025

1 week ago 8

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Pasca Donald Trump resmi menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) untuk kedua kalinya dan menggulirkan serangkaian kebijakan 'kontroversial' di berbagai bidang, salah satunya di sektor energi dengan slogannya "drill, baby, drill", ketidakpastian di pasar energi - minyak - global meningkat.

Selama periode Januari-Februari 2025, harga minyak tercatat berfluktuasi dalam rentang yang cukup lebar, 68 dolar AS hingga 78 dolar AS per barel. Berdasarkan identifikasi, beberapa faktor yang berpotensi akan mempengaruhi keseimbangan supply-demand dan cukup berperan dalam menjadi penentu pergerakan harga minyak dunia pada tahun 2025 nantinya kurang lebih adalah:

(1) Perlambatan ekonomi China dan potensi oversupply dan,

(2) Risiko geopolitik,

(3) Implementasi kebijakan ekonomi dan energi AS - Trump, serta

(4) Kebijakan produksi OPEC+ dan kebijakan ekonomi China dalam merespons dinamika ekonomi dan geopolitik global.

Perlambatan Ekonomi China dan Potensi Oversupply
Pasar minyak global pada tahun 2025 terpantau sedang menghadapi kekhawatiran terkait potensi kelebihan pasokan (surplus) yang diperkirakan berada dalam kisaran 0,4 juta barel per hari hingga 1,2 juta barel per hari.

Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kondisi tersebut adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi China, yang diproyeksi hanya mencapai 4,1% pada tahun 2025 dan 3,9% pada tahun 2026. Dengan pertumbuhan tersebut, permintaan minyak China diperkirakan hanya meningkat sekitar 2%, lebih rendah di bawah rata-rata satu dekade terakhir yang mencapai 5%.

Puncak permintaan minyak China juga diproyeksi akan tercapai lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, yaitu pada tahun 2030. Tren ini terlihat dari perlambatan pertumbuhan tahunan (YoY) setelah mencapai titik tertinggi sekitar 2023-2024.

Selain itu, sepanjang 2025-2026, China diperkirakan akan mempertahankan produksi domestiknya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Selama periode tersebut, produksi minyak China diproyeksi tumbuh 3% per tahun.

Di sisi lain, pasokan minyak global diproyeksi juga akan meningkat, dengan peningkatan sekitar 1,7 juta barel per hari pada 2025. Peningkatan ini terutama berasal dari negara-negara non-OPEC, dalam hal ini AS, Kanada, Brasil, dan Guyana tercatat sebagai kontributor utama.

Penurunan permintaan minyak China dan peningkatan pasokan global dapat menyebabkan pasar berada pada kondisi oversupply dan memberikan tekanan terhadap harga minyak.

Risiko Geopolitik
Dinamika ketegangan dan konflik geopolitik diproyeksi juga akan menjadi faktor penting yang memengaruhi keseimbangan pasar dan pergerakan harga minyak sepanjang tahun ini. Berdasarkan data World Economic Forum (2025), pascaterjadinya perang Rusia-Ukraina, serta meningkatnya intensitas konflik di Timur Tengah dan Sudan, konflik antarnegara telah menjadi risiko terbesar dalam bisnis global untuk dua tahun ke depan.

Berdasarkan laporan tersebut, di beberapa negara seperti Armenia, Israel, Kazakhstan, dan Polandia, konflik geopolitik merupakan risiko terbesar bagi stabilitas bisnis. Sementara itu, di Mesir dan Arab Saudi, konflik geopolitik masuk dalam lima besar risiko utama yang mempengaruhi iklim investasi dan ekonomi.

Dalam keterkaitannya dengan keseimbangan pasokan dan permintaan minyak global, konflik geopolitik khususnya di wilayah Eropa Timur dan Timur Tengah, berpotensi mengganggu keseimbangan khususnya dari sisi pasokan dan distribusi minyak global.

Kebijakan Ekonomi dan Energi AS - Trump
Berbagai kebijakan yang digulirkan oleh Trump, baik di tingkat domestik maupun internasional, berpotensi mempengaruhi keseimbangan pasokan minyak serta meningkatkan ketidakpastian dalam pergerakan harga minyak global.

Di tingkat domestik, sejumlah kebijakan Trump seperti kemudahan akses pendanaan bagi proyek minyak dan gas, relaksasi regulasi lingkungan dan kebijakan perizinan, berpotensi mendukung peningkatan produksi minyak AS. Produksi minyak AS pada tahun 2025 diproyeksi akan meningkat sekitar 0,6 juta barel per hari.

Di tingkat internasional, kebijakan Trump, seperti deklarasi penarikan AS dari Perjanjian Paris 2015, pencabutan larangan pengeboran di perairan AS dan Alaska, sanksi terhadap larangan ekspor untuk Rusia, Iran, dan Venezuela, serta ancaman penerapan tarif impor sebesar 25% pada produk dari Kanada dan Meksiko, serta tambahan 10% pada barang-barang dari China, menambah risiko di pasar minyak global dan membatasi potensi penurunan harga.

Dalam berbagai skenario, di Timur Tengah, peningkatan dukungan AS terhadap Israel, termasuk melalui penerapan sanksi larangan ekspor minyak Iran, dapat memperbesar risiko gangguan pasokan, berpotensi memangkas produksi hingga 1 juta barel per hari (bpd) dan mendorong harga minyak meningkat menjadi lebih dari 80 dolar AS per barel pada pertengahan 2025.

Hal serupa juga terjadi di Eropa Timur, di mana sanksi AS terhadap sektor energi Rusia, seperti yang diberlakukan pada Gazprom Neft dan Surgutneftegas pada 10 Januari, telah menyebabkan harga Brent melonjak ke level tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

Kebijakan Produksi OPEC+ dan Respons China
Selama beberapa tahun terakhir, OPEC+ relatif berhasil menjaga stabilitas pasar minyak, dengan harga minyak mentah tetap berada dalam kisaran 70 hingga 90 dolar AS per barel sejak 2021. Namun, pada tahun 2025, peluang OPEC+ untuk tidak lagi menahan tingkat produksinya cukup terbuka, hal tersebut di antaranya dipengaruhi oleh sejumlah faktor berikut:

1) Kesepakatan OPEC+ untuk menahan laju produksi saat ini hanya berlaku hingga April 2025,

2) Meningkatnya produksi dari AS, Kanada, Brasil, dan Guyana serta ketidakpastian geopolitik dapat mengurangi kontrol OPEC+ terhadap pasar minyak. Jika penyesuaian produksi terus tertunda, OPEC+ berisiko kehilangan dominasi pasarnya,

3) Tekanan internal OPEC+ semakin meningkat seiring ekspansi kapasitas produksi beberapa negara anggotanya seperti Kazakhstan, Nigeria dan Uni Emirat Arab (UEA) telah memperluas kapasitas produksinya pada tahun ini.

Kebijakan ekonomi China juga berperan signifikan dalam menjaga stabilitas harga minyak, terutama terkait sanksi terhadap Iran. Saat ini, China tercatat menyerap 90% ekspor minyak Iran, dengan porsi sebesar itu China berkontribusi dalam meredam dampak pemangkasan pasokan akibat sanksi, sehingga potensi kenaikan harga minyak dapat lebih terkendali.

Short Term Outlook
Berdasarkan sejumlah catatan di atas, dengan tingkat ketidakpastian yang meningkat, dinamika pasar minyak global, paling tidak untuk short term outlook hingga semester I 2025 ini, dapat mengarah pada kondisi baik undersupply maupun oversupply secara temporer.

Gangguan pasokan berpeluang terjadi akibat eskalasi risiko geopolitik atau intervensi kebijakan AS pasar minyak global. Namun, dengan kondisi pasar yang saat cenderung oversupply, gangguan pasokan yang terjadi kemungkinan tidak akan secara signifikan mendorong peningkatan harga minyak secara drastis.

Dalam kondisi undersupply temporer, harga minyak secara rata-rata kemungkinan berpotensi sedikit meningkat hingga pada kisaran 80 dolar AS per barel hingga 90 dolar AS per barel. Kondisi oversupply secara terbatas dapat dikatakan relatif berpeluang muncul akibat perubahan dinamika produksi di antara negara-negara anggota OPEC+ serta produsen minyak di luar kelompok tersebut.

Kedua kelompok ini memiliki kepentingan untuk mengatur level produksi dan pasokan guna mengendalikan harga. Pada kondisi ini, di mana tidak terjadi gangguan pasokan yang signifikan maupun kelebihan pasokan secara berlebihan, harga minyak diperkirakan akan bergerak moderat dalam kisaran 70-75 dolar AS per barel.

Kondisi oversupply yang tidak dapat 'dikendalikan', namun demikian, juga tetap berpeluang terjadi, yaitu jika perlambatan ekonomi global terjadi sebagai akibat dari perang dagang AS dan dunia dan ketidakpastian lainnya. Pada kondisi ini, meskipun kecil kemungkinan untuk terjadi pada short term semester I tahun 2025 ini, harga minyak berpotensi mengalami tekanan dan bergerak ke bawah 60 dolar AS per barel.


(miq/miq)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global