Jakarta -
Banjir terjadi di banyak area seperti peristiwa banjir Bekasi yang sedang menghebohkan. Tata kota, perubahan iklim, dan lainnya, jadi alasan mengapa banjir terus terjadi.
Nah, pakar dan ilmuwan pun mengupayakan berbagai strategi anti banjir, termasuk dengan melibatkan tenologi. Berikut contohnya seperti dikutip detikINET dari Deutsche Welle:
Penghalang banjir bergerak di Venesia
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Venesia, salah satu kota terikonik, menghadapi krisis eksistensial ganda, kenaikan air laut akibat iklim dan kota perlahan tenggelam ke fondasi berlumpur. Diperkirakan kota itu tenggelam sekitar 2,5 mm per tahun dan sudah terjadi 150 tahun terakhir. Beberapa riset menunjukkan sebagian besar kota itu bisa terendam di pertengahan abad berikutnya.
Namun, tantangan lebih mendesak adalah banjir. Perencanaan sistem pencegahan banjir di Venesia sudah ada sejak 1980-an. Tahun 2003, pembangunan sistem MOSE dimulai.
MOSE punya empat penghalang yang dapat bergerak di titik-titik di sepanjang laguna yang memisahkan kota dari laut. Tiap penghalang terdiri dari serangkaian gerbang yang dapat dinaikkan untuk memisahkan laguna dari laut di sekitarnya selama pasang surut air laut yang tinggi.
Bendungan khusus di AS dan Jepang
Biasanya, bendungan dipakai membendung sungai untuk penyimpanan air. Namun, bendungan aliran langsung dirancang agar air dapat mengalir saat kondisi normal. Alih-alih menyimpan air di musim kemarau, bendungan ini berfungsi saat cuaca buruk.
Bendungan semacam ini menutup dan menyimpan air banjir di dataran banjir bagian atas dan melindungi lahan di sisi lain bangunan bendungan. Air kemudian dilepaskan kembali ke bagian bawah sistem sungai setelah banjir surut.
Bendungan dengan teknik tersebut telah dibangun di Ohio, AS, dan Jepang, di sepanjang sungai Masudagawa dan Hata. Bendungan lain sedang dibangun di sepanjang sungai Asuwa.
Rumah yang dapat ditinggikan
Rumah panggung telah lama dibangun untuk melindungi dari banjir. Namun, ide ini mulai populer di daerah yang menyesuaikan diri dengan cuaca ekstrem. Rumah panggung sudah umum di negara-negara kepulauan kecil, di mana permukaan laut meningkat serta di Asia dan Afrika. Nah negara lain makin mempertimbangkan teknik tersebut.
Rumah yang dapat terangkat otomatis. Foto: Unwired
Di AS, peraturan menetapkan penyangga panggung harus cukup kuat untuk menahan banjir dan angin. Di Inggris, sistem dongkrak mekanis dikembangkan perusahaan bernama FloodJack. Sistem ini mendeteksi naiknya air dan mengaktifkan sistem pengangkatan fondasi secara otomatis untuk melindungi rumah dari kerusakan akibat air.
Teknologi penghalang
Membangun barikade sementara terhadap naiknya banjir, ide perusahaan Belanda bernama SLAMDAM, terbukti sama efektifnya diterapkan di negara-negara Afrika seperti di Belanda. SLAMDAM terbuat dari tabung yang diisi air untuk membuat dinding sementara atau barikade yang mendorong air banjir.
Sistem semacam ini telah digunakan oleh masyarakat di Burundi, Nigeria, dan Kenya. Masyarakat juga telah menggunakan air yang disimpan di sistem itu selama musim kemarau untuk irigasi.
Mitigasi banjir berbasis alam
Bukan hanya inovasi teknologi yang dapat membantu masyarakat memecahkan masalah banjir yang berbahaya. Beberapa daerah beralih ke intervensi lingkungan yang kadang disebut solusi berbasis alam.
Mitigasi banjir dapat mencakup pengelolaan aliran air antara sungai dan dataran banjir, atau pemulihan wilayah pertanian dengan vegetasi asli untuk penyimpanan air hujan lebih efektif. Ide lain termasuk membangun kembali bukit pasir dan hutan bakau untuk barikade alami. Inisiatif semacam itu dianggap sebagai infrastruktur hijau dan diterapkan di seluruh dunia.
(fyk/afr)