Gempa berkekuatan M 8,8 yang mengguncang Semenanjung Kamchatka, Rusia, memicu peringatan tsunami dengan gelombang pertama menghantam wilayah pesisir Severo-Kurilsk. Sejumlah wilayah Indonesia juga berpotensi terkena tsunami akibat gempa ini.
Sebenarnya, bagaimana gempa bumi bisa menyebabkan tsunami? Secara sederhana, tsunami terjadi ketika gempa bumi yang terjadi di dasar laut mengubah bentuk dasar laut secara mendalam. Perubahan ini menyebabkan pergeseran volume air laut yang sangat besar, menciptakan gelombang besar yang dapat melintasi samudra dengan kecepatan tinggi.
Hubungan kompleks antara gempa bumi dan tsunami telah lama membingungkan para ilmuwan, terutama dalam konteks zona subduksi tempat lempeng samudra dan benua bertemu. Gempa megathrust dahsyat yang terjadi di wilayah ini berpotensi menghasilkan tsunami dahsyat, sehingga penting untuk memahami proses yang mendorong transformasi ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari laman International Tsunami Information Center, Rabu (30/7/2025) dalam sebuah terobosan signifikan, sebuah tim peneliti internasional, termasuk Prof James Foster dari Institute of Geodesy di Stuttgart University, melakukan penelitian inovatif di zona gempa bawah laut di lepas pantai Alaska.
Penggunaan teknologi mutakhir dan kapal otonom inovatif mereka memberikan wawasan yang belum pernah ada sebelumnya tentang fenomena alam ini.
Dinamika Gempa Megathrust
Gempa megathrust merupakan salah satu peristiwa seismik terkuat di Bumi. Gempa ini terjadi di zona subduksi, tempat lempeng tektonik samudra terdorong ke bawah lempeng benua. Tumbukan dan gesekan yang tak henti-hentinya antara lempeng-lempeng raksasa ini mengakibatkan penumpukan tekanan dan regangan. Akhirnya, energi yang terpendam ini dilepaskan dalam bentuk gempa bumi dahsyat.
Salah satu peristiwa luar biasa tersebut adalah gempa bumi Chignik, yang mengguncang pesisir Alaska pada 28 Juli 2021. Dengan kekuatan M 8,2, gempa ini menjadi gempa bumi terkuat ketujuh dalam sejarah AS.
Getaran seismik ini terjadi 32 kilometer di bawah dasar laut, menggarisbawahi kekuatan dahsyat yang dihasilkan oleh pergerakan lempeng tektonik yang tak henti-hentinya.
Teka-teki Zona Subduksi
Meskipun kita menyadari potensi destruktif gempa bumi megathrust di zona subduksi, mekanisme yang mendorong peristiwa seismik ini dan hubungannya dengan tsunami tetap menjadi topik yang menarik secara ilmiah. Tantangan utamanya terletak pada sulitnya akses ke dasar laut untuk pengukuran langsung, sehingga sulit untuk memahami bagaimana dan kapan gempa bumi dapat memicu tsunami.
Untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan ini dan meningkatkan kemampuan kita dalam memprediksi kemungkinan gempa bumi yang memicu tsunami, sebuah tim peneliti yang berdedikasi, di bawah pimpinan Benjamin Brooks dari US Geology Survey, memulai sebuah ekspedisi ambisius. Misi mereka adalah menjelajahi dasar laut di lepas pantai Alaska, dengan fokus pada dampak gempa bumi Chignik.
Teknologi Mutakhir dan Kapal Otonom
Aspek penting dari usaha penelitian ini adalah penerapan teknologi mutakhir dan kapal otonom. Kapal canggih ini, yang dikenal sebagai wave glider, dilengkapi dengan instrumentasi mutakhir, termasuk sistem satelit navigasi global (GNSS) dan perangkat pengukur akustik. Wave glider mampu bernavigasi di permukaan air, menjadikannya sangat cocok untuk kondisi laut lepas yang menantang.
Salah satu kontributor penting dalam pengembangan kapal otonom ini adalah Prof. James Foster dari Institute of Geodesy di Universitas Stuttgart. Wahana luncur gelombang ini memainkan peran penting dalam mengumpulkan data dan observasi berharga di zona gempa bawah laut di lepas pantai Alaska.
Pengukuran Tepat
Elemen inovatif dari penelitian ini adalah presisi pengukuran yang diperoleh. Tim berhasil menangkap pergerakan di dalam zona subduksi dengan akurasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, hingga sentimeter terdekat. Tingkat presisi ini memungkinkan para peneliti untuk berfokus secara spesifik pada segmen dangkal zona geser, karena wilayah ini sangat krusial dalam menentukan kemungkinan terjadinya tsunami.
Memahami Pentingnya Zona Dangkal
Secara ilmiah, keajaiban terjadi di bagian dangkal zona subduksi. Di wilayah ini, lempeng samudra bergesekan dengan lempeng benua, menghasilkan tekanan dan tegangan yang sangat besar. Di titik inilah potensi pelepasan energi masif mencapai puncaknya, yang menjadi awal mula tsunami.
Pencarian Wawasan yang Lebih Dalam
Meskipun penelitian ini telah memberikan wawasan yang signifikan tentang dinamika zona subduksi, terdapat kerinduan akan pemahaman yang lebih mendalam. Prof. James Foster, tokoh sentral dalam penelitian ini, menyatakan keinginannya untuk mengukur pergerakan dasar laut pada kedalaman yang lebih dalam lagi, khususnya pada kedalaman berkisar antara 3.000 hingga 4.000 meter. Kedalaman ini berada tepat di atas bagian terdangkal dari sistem patahan, dan penjelajahan wilayah yang belum dipetakan ini merupakan terobosan baru dalam penelitian tsunami.
Mengatasi Tantangan
Tantangan utama dalam melakukan pengukuran pada kedalaman ekstrem ini adalah keterbatasan sistem geodetik yang ada. Namun, optimisme masih membayangi. Para peneliti mengantisipasi perolehan perangkat yang dilengkapi sensor yang mampu melakukan pengukuran geodetik pada kedalaman ekstrem ini.
Dengan teknologi mutakhir ini, para ilmuwan siap untuk mendapatkan akses langsung ke bagian terdalam patahan tsunamigenik, yang akan memajukan pemahaman kita tentang proses yang mengubah gempa bumi menjadi tsunami.
Perjalanan dari gempa bumi menuju tsunami merupakan proses yang kompleks dan rumit yang melibatkan kekuatan geologis yang sangat besar dan kondisi yang tepat. Kemajuan teknologi terkini dan kolaborasi internasional telah memberikan lompatan signifikan dalam upaya kita untuk memahami fenomena alam ini.
Simak Video "Video: 10 Wilayah RI Berpotensi Tsunami Imbas Gempa Rusia, Ini Estimasi Waktunya"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/fay)