Jakarta -
Untuk pertama kalinya, para ilmuwan mengamati molekul air terbelah secara langsung untuk membentuk hidrogen dan oksigen. Tepat sebelum terbelah, molekul-molekul tersebut melakukan sesuatu yang sama sekali tidak terduga, mereka terbalik 180 derajat.
Aksi akrobatik mikro ini membutuhkan energi, yang menawarkan penjelasan penting mengapa pemisahan air membutuhkan lebih banyak energi daripada yang disarankan oleh perhitungan teoritis.
Para peneliti mengatakan bahwa mempelajari hal ini lebih lanjut dapat menawarkan wawasan utama untuk membuat proses pemisahan molekul air lebih efisien, membuka jalur menuju bahan bakar hidrogen bersih yang lebih murah dan oksigen yang dapat dihirup untuk misi Mars di masa mendatang. Mereka menerbitkan temuan ini pada 5 Maret di jurnal Science Advances.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Membuat Bahan Bakar Hidrogen
Hidrogen memiliki sejumlah sifat utama yang menjadikannya sumber energi hijau yang menarik. Bahan bakar yang kaya energi ini mampu menggerakkan truk dan bahkan kapal kargo, dan merupakan satu-satunya alternatif bahan bakar fosil dalam industri seperti pembuatan baja dan pupuk. Saat dibakar, bahan bakar tersebut melepaskan air, bukan karbon dioksida.
Namun, kebutuhan energi yang tinggi untuk produksi hidrogen sangat membatasi skala produksi bahan bakar tersebut. Menurut International Energy Authority, 354 juta ton bahan bakar hidrogen perlu diproduksi setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan energi global.
Namun pada 2023, hanya 107 juta ton yang diproduksi dengan biaya moneter 1,5 hingga enam kali lebih besar dari produksi bahan bakar fosil, dan sebagian besarnya dibuat menggunakan bahan bakar fosil juga.
Bahan bakar hidrogen dibuat dengan menambahkan air ke elektroda dan kemudian memisahkan air dengan tegangan yang diberikan menjadi hidrogen dan oksigen.
Proses ini paling efisien ketika unsur kimia iridium digunakan sebagai katalis untuk reaksi evolusi oksigen yang memisahkan oksigen dari molekul air. Namun iridium bisa sampai di planet kita karena hantaman meteorit, sehingga bahan ini mahal dan langka. Bahkan saat menggunakan iridium, prosesnya kurang efisien daripada yang diyakini para ilmuwan.
"Akhirnya, energi yang dibutuhkan lebih besar daripada yang dihitung secara teoritis. Jika Anda menghitungnya, seharusnya dibutuhkan 1,23 volt. Namun, pada kenyataannya, dibutuhkan sekitar 1,5 atau 1,6 volt," kata penulis utama studi Franz Geiger, profesor kimia di University of Northwestern, dikutip dari Live Science, Rabu (12/3/2025).
"Menyediakan voltase tambahan itu membutuhkan biaya, dan itulah sebabnya pemisahan air belum diterapkan dalam skala besar," jelasnya.
Untuk lebih memahami kebutuhan energi dari proses ini dan mengapa proses ini kurang efisien daripada yang disarankan teori, para peneliti meletakkan air pada elektroda di dalam wadah dan mengukur posisi molekul menggunakan amplitudo dan fase cahaya laser yang menyinarinya.
Ketika para ilmuwan menerapkan voltase di elektroda, mereka mengamati bahwa molekul dengan cepat terbalik dan berputar sehingga dua atom hidrogen yang menyentuh elektroda menghadap ke atas dan atom oksigen menghadap ke bawah.
"Elektroda bermuatan negatif, sehingga molekul air ingin menempatkan atom hidrogen bermuatan positifnya ke permukaan elektroda," kata Geiger.
"Pada posisi itu, transfer elektron dari atom oksigen air ke situs aktif elektroda terhambat. Ketika medan listrik menjadi cukup kuat, hal itu menyebabkan molekul-molekul terbalik, sehingga atom-atom oksigen mengarah ke permukaan elektroda. Kemudian, atom-atom hidrogen disingkirkan, dan elektron-elektron dapat bergerak dari oksigen air ke elektroda," rincinya.
Dengan mengukur jumlah molekul yang berputar dan energi yang dibutuhkan untuk melakukannya, para peneliti menemukan bahwa pembalikan ini kemungkinan merupakan bagian yang penting dan tak terelakkan dari proses pemisahan. Terlebih lagi, para peneliti menemukan bahwa tingkat pH yang lebih tinggi membuat proses ini lebih efisien.
Penelitian lebih lanjut tentang proses ini dapat membantu para ilmuwan untuk merancang katalis yang lebih efisien untuk digunakan dalam proses tersebut, dan untuk lebih memahami proses-proses kimia yang terlibat, kata para peneliti, sekaligus juga menawarkan wawasan baru tentang bagaimana air berperilaku.
"Pekerjaan kami menggarisbawahi betapa sedikitnya pengetahuan kita tentang air di antarmuka. Air itu rumit, dan teknologi baru kami dapat membantu kita memahaminya dengan lebih baik," kata Geiger.
"Dengan merancang katalis baru yang membuat pemisahan air menjadi lebih mudah, kita dapat membuat pemisahan air menjadi lebih praktis dan hemat biaya," tambahnya.
(rns/fay)