Dari Bukalapak ke Birokrasi Digital
Ibrahim Arief, atau yang akrab disapa Ibam, dikenal luas di kalangan startup sebagai sosok yang pernah memegang posisi Vice President (VP) di Bukalapak, salah satu unicorn e-commerce Indonesia. Di perusahaan tersebut, ia terlibat langsung dalam pengembangan teknologi dan strategi bisnis, menunjukkan keahlian sebagai engineer sekaligus pemimpin teknologi.
Setelah keluar dari Bukalapak, Ibrahim memilih jalur yang tak biasa: bergabung ke sektor publik. Ia mulai terlibat dalam program transformasi digital pendidikan di era Menteri Nadiem Makarim.
Sebagai konsultan individu, ia membantu menyusun infrastruktur manajemen sumber daya sekolah dan kemudian menjabat sebagai Chief Technology Officer (CTO) di GovTech Edu selama periode 2020-2024.
Terlibat Proyek Chromebook Kemendikbud
Di GovTech Edu, Ibrahim berperan penting dalam digitalisasi pendidikan nasional, termasuk pengadaan perangkat teknologi seperti laptop berbasis Chrome OS (Chromebook). Namun, proyek pengadaan laptop senilai Rp 9,3 triliun ini belakangan dinilai bermasalah.
Menurut Kejagung, Ibrahim bersama tiga tersangka lain diduga melakukan rekayasa dalam pengambilan keputusan teknis yang mengarah pada pemilihan Chromebook, meski hasil uji coba tahun 2019 menunjukkan perangkat ini tidak cocok untuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang minim koneksi internet.
"(Para tersangka) menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarahkan ke produk tertentu, yaitu Chrome OS untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi dengan menggunakan Chrome OS pada tahun anggaran 2020-2022 sehingga merugikan keuangan negara serta tujuan pengadaan TIK untuk siswa sekolah tidak tercapai karena Chrome OS banyak kelemahan untuk daerah 3T," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI Abdul Qohar di Kejagung dikutip dari detiknews
Akibat perbuatan tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun.
Dijemput Paksa karena Mangkir
Stafsus Nadiem, Ibrahim Arief ( Foto: Rumondang/detikcom)
Kuasa hukum Ibrahim, Indra Haposan Sihombing, menyatakan bahwa kliennya bukan Staf Khusus Menteri, melainkan konsultan independen yang dikontrak oleh salah satu direktorat di Kemendikbudristek. "Beliau bukan pejabat struktural, bukan ASN, dan bukan staf khusus menteri," tegasnya.
Tolak Meta, Pilih Edukasi
Yang menarik, sebelum terseret kasus ini, Ibrahim sempat jadi perbincangan karena menolak tawaran kerja dari raksasa teknologi global seperti Meta (Facebook) demi tetap berkontribusi dalam proyek digital pendidikan Indonesia. Keputusan tersebut saat itu dianggap sebagai langkah idealis yang patut diapresiasi.
"Rencana awal saya adalah berangkat ke Eropa dan membangun karir saya di Facebook London. Namun setelah melalui pertimbangan yang matang dan proses pengambilan keputusan yang alot, saya memilih untuk tetap tinggal di Indonesia bekerja sama dengan GovTech Edu," ujarnya dikutip dari CNBC Indonesia.
"Saya memahami kesempatan dipekerjakan oleh Facebook - peluangnya mungkin satu dari seribu. Tapi, seperti yang kita tahu, pemerintah kita jarang menggunakan pendekatan teknologi yang berpusat pada pengguna dalam program mereka - kemungkinannya mungkin satu dari sejuta, menurut saya. GovTech Edu adalah kesempatan yang bagus dan langka. Saatnya kita memberi tahu dunia apa yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia dengan teknologi," lanjutnya/
Setelah menyelesaikan masa baktinya di kementerian, ia mendirikan perusahaan teknologi baru bernama Asah AI, yang fokus pada pengembangan kecerdasan buatan di bidang pendidikan.
Kasus ini menjadi pukulan telak bagi reputasi Ibrahim Arief yang selama ini dikenal sebagai salah satu talenta teknologi terbaik Indonesia. Banyak pihak menyayangkan bagaimana karier cemerlangnya justru berakhir di pusaran kasus korupsi.
Lembaga seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan KOPEL sudah sejak awal mengkritik proyek ini, menyebutnya tidak prioritas dan rawan korupsi. Mereka mendesak agar penegak hukum menuntaskan kasus hingga ke akar, termasuk siapa yang menunjuk para konsultan proyek.
Sementara itu, Kejagung mengungkap telah memeriksa lebih dari 80 saksi dan tiga ahli, serta menyita sejumlah dokumen penting untuk memperkuat bukti dalam proses penyidikan.
Simak Video "Video Kejagung Jemput Paksa Konsultan Kemendikbud Era Nadiem"
[Gambas:Video 20detik]
(afr/afr)