Jakarta -
Amerika Serikat tampak percaya diri berada di depan dalam perlombaan AI atau kecerdasan buatan dibandingkan China. Dari ChatGPT sampai Gemini, China tampaknya tak punya produk yang sebanding.
Memang ada chatbot AI dari Baidu, Tencent, sampai ByteDance. Namun kemampuannya dinilai masih kurang. AS pun ingin tetap berada di depan, dengan membatasi ekspor teknologi dan chip canggih AI ke China.
Itulah mengapa kemunculan DeepSeek menghebohkan Silicon Valley. Perusahaan itu mengklaim chatbot AI mereka dibuat dengan biaya jauh lebih murah dari perusahaan AS, namun mampu menandingi dan bahkan melampauinya di beberapa sisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi apa kunci dari perusahaan itu mampu meluncurkan AI canggih di tengah segala pembatasan dari AS? Dikutip detikINET dari BBC, Kamis (30/1/2025) berikut beberapa alasannya.
Pembatasan AS jadi peluang
Ketika AS membatasi chip canggih seperti buatan Nvidia untuk dijual di China, jelas itu pukulan berat. Chip semacam itu sangat penting untuk membangun model AI yang kuat, yang bisa melakukan berbagai hal dari menjawab pertanyaan sampai menyelesaikan soal matematika rumit.
Pendiri DeepSeek, Liang Wenfeng, menyebut pelarangan itu adalah tantangan utama bagi China. Untungnya jauh sebelum larangan, DeepSeek sudah membeli chipcanggih Nvidia A100, antara 10 ribu sampai 50 ribu unit sebelum dilarang.
Model AI terkemuka di Barat diperkirakan menggunakan 16.000 chip khusus. Namun DeepSeek mengklaim mereka melatih model AI hanya dengan menggunakan 2.000 chip tersebut dan ribuan chip kelas rendah, membuat produk mereka lebih murah.
Beberapa pihak termasuk Elon Musk, mempertanyakan klaim ini. Namun ahli mengatakan larangan Washington membawa tantangan dan peluang bagi industri AI China. Menurut Marina Zhang, profesor di University of Technology Sydney, larangan ini memaksa perusahaan China seperti DeepSeek berinovasi dengan sumber daya lebih sedikit.
"Walau pembatasan itu menghadirkan tantangan, juga memicu kreativitas dan ketangguhan, sesuai dengan kebijakan luas China untuk mencapai kemerdekaan teknologi," katanya.
Rilis model baru AI dari DeepSeek pada 20 Januari, bertepatan dengan pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS, dianggap disengaja. "Timingnya sesuai dengan keinginan pemerintah China, bahwa kontrol ekspor tak berhasil dan AS bukan pemimpin global di AI," kata Gregory C Allen, pakar AI di Center for Strategic and International Studies.
Talenta AI yang hebat
China punya orang-orang dengan kemampuan besar di bidang AI. Tim DeepSeek misalnya, yang dilaporkan 140 orang, kebanyakan berasal dari kampus elit China. Universitas di China memang fokus menciptakan generasi AI yang cerdas.
"Tumbuh dalam perkembangan cepat teknologi China, mereka sangat termotivasi oleh dorongan untuk berinovasi secara mandiri," cetus Marina Zhang.
Pendiri Deepseek, Liang Wenfeng, adalah contohnya, di mana pria berusia 39 tahun itu mempelajari AI di Universitas Zhejiang yang bergengsi. Di sebuah artikel media teknologi 36Kr, orang yang mengenalnya mengatakan dia lebih seperti seorang geek daripada seorang bos.
Media China menggambarkannya sebagai seorang 'idealis teknis' di mana dia bersikeras mempertahankan DeepSeek sebagai platform sumber terbuka. Ahli percaya bahwa budaya open source ini memungkinkan startup untuk mengumpulkan sumber daya dan maju lebih cepat.
Tidak seperti perusahaan teknologi China yang lebih besar, DeepSeek memprioritaskan penelitian, memungkinkan lebih banyak eksperimen, menurut para ahli dan orang-orang yang bekerja di perusahaan tersebut.
Liang Wenfeng pun menjadi sensasi di media sosial di China. Dia dianggap sebagai 3 pahlawan AI China yang sama-sama berasal dari Guandong. Dua lainnya adalah Zhilin Yang, pakar AI di Tsinghua University dan Kaiming He yang mengajar di kampus MIT.
Netizen China pun berbahagia, apalagi bertepatan dengan perayaan Tahun Baru China. "Ini adalah kado terbaik tahun baru. Semoga Ibu Pertiwi kuat dan makmur," tulis seorang warganet.
(fyk/fay)