RI Bisa Dapat BBM Murah dari Rusia kalau Gabung BRICS

3 weeks ago 16

Jakarta -

Pemerintah diperkirakan bisa mendapat sejumlah manfaat dari bergabungnya Indonesia dengan blok ekonomi BRICS sebagai mitra. Salah satunya terkait kerja sama perdagangan Indonesia dengan negara-negara anggota kelompok 'anti-barat' tersebut.

Sebab sebagaimana diketahui BRICS merupakan akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan yang dibentuk untuk memperkuat kerja sama ekonomi serta untuk meningkatkan pengaruh negara anggota di kancah global. Blok perdagangan ini disebut-sebut memegang sekitar seperlima perdagangan dunia.

Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana berpendapat dengan menjadi negara mitra BRICS, Indonesia berpeluang mendapat akses kerja sama ekonomi atau transaksi komoditas tertentu dari para negara anggota blok tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mencontohkan dengan bergabungnya Indonesia sebagai mitra BRICS, pemerintah bisa mendapat akses terhadap minyak mentah Rusia dengan harga murah. Sebab selama ini minyak mentah asal Negeri Beruang Merah itu banyak mendapat embargo dari berbagai negara, khususnya negara barat.

"Kalau menurut saya (menjadi mitra BRICS) bisa mempengaruhi, misalnya gini, (pasokan) BBM," kata Hikmahanto.

"Sekarang Rusia bisa menawarkan kita BBM yang lebih murah karena dia nggak laku katakanlah karena dia diembargo sama negara-negara Eropa karena Ukraina. Nah pertanyaan kita kenapa kita nggak beli dari Rusia?" tambahnya lagi.

Menurutnya keuntungan-keuntungan seperti ini menjadi sangat penting mengingat beban negara untuk subsidi BBM ini sudah sangat besar. Sehingga dengan adanya pembelian pasokan minyak harga murah ini setidaknya pengeluaran negara dapat sedikit berkurang.

:Kita kan mau beli murah karena negara mensubsidi (BBM) rakyatnya mahal ya kan? Nah kalau misalnya kita beli mahal kemudian subsidi juga mahal (beban negara akan semakin besar)," ucap Hikmahanto.

"Karena kepentingan nasional kita adalah kita bisa membeli minyak yang sudah di-refine itu dengan harga murah supaya negara tidak terbebani dengan subsidi yang cukup besar kepada rakyatnya," terangnya lagi.

Meski begitu ia mengakui jika langkah seperti ini bisa saja membuat sejumlah negara, khususnya mereka yang mengembargo minyak mentah Rusia, akan memberi opini negatif terhadap Indonesia. Termasuk di antaranya bisa saja mempengaruhi proses bergabungnya RI dengan OECD.

Sebab menurutnya keberadaan blok ekonomi BRICS ini berada di posisi saling berlawanan dengan OECD, mengingat bagaimana negara-negara anggota blok tersebut kerap bermasalah dengan negara-negara barat yang merupakan anggota OECD.

Untuk itu menurutnya pemerintah perlu mempertimbangkan betul-betul posisinya dalam kancah politik global. Sehingga ia menyarankan untuk mempertimbangkan kembali untung rugi bagi Indonesia untuk tetap bermitra dengan BRICS maupun tergabung dalam OECD.

"Tapi kalau kita masuk OECD, kalau ada ketentuan yang mengatakan bahwa pokoknya negara anggota OECD nggak boleh beli dari Rusia, wah tunggu dulu, jangan (langsung bergabung OECD)," terangnya.

"Kita juga harus hati-hati ya untuk melihat apa yang bisa dihasilkan atau nggak kalau kita ingin gabung ke OECD. Jangan sampai dengan bergabungnya kita (dengan BRICS ataupun OECD), kita tidak bisa mempertahankan politik luar negeri yang bebas aktif," kata Hikmahanto.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah berpendapat secara umum Indonesia tidak mendapat nilai tambah yang besar dengan menjadi negara mitra BRICS. Sebab selama ini Indonesia sudah memiliki hubungan yang cukup dekat dengan negara-negara anggota geng Rusia-China ini.

"Saya kira sih sama aja. Ini kita sebenarnya sebagai mitra BRICS itu kita sebenarnya tidak ada sesuatu yang istimewa karena sebelumnya hubungan kita dengan China, dengan India, dengan Rusia itu ya sudah baik," kata Piter.

Sehingga menurutnya kemitraan ini hanya menjadi salah satu sarana mempererat hubungan diplomatik antara Indonesia dengan negara-negara anggota BRICS saja. Walaupun langkah ini juga merupakan hal yang penting mengingat para anggota geng Rusia-China ini masih memiliki potensi perdagangan yang besar dengan Indonesia.

"Mungkin yang hanya bisa lebih ditindaklanjuti seharusnya itu adalah misalnya terkait dengan potensi perdagangan dengan Brazil ya, atau termasuk dengan Rusia," ucapnya.

"Rusia kan kita sudah berhubungan baik, tapi kalau secara perdagangan masih kurang ya. Mungkin melalui kemitraan ini bisa dimanfaatkan lebih gitu," sambungnya.

(fdl/fdl)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global