Sidang S3, Bahlil Minta Dana Bagi Hasil Migas ke Daerah Naik Jadi 30-45%

1 month ago 22

Jakarta -

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melangsungkan Sidang Promosi Terbuka Doktoral Bidang Kajian Stratejik dan Global di Universitas Indonesia. Ia memaparkan hasil disertasinya berjudul Kebijakan Kelembagaan dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.

Dalam paparannya, Bahlil mengusulkan agar dilakukan reformulasi di beberapa bagian, khususnya dalam tata kelola hilirisasi di daerah. Ia menyarankan agar porsi penerimaan negara lewat Dana Bagi Hasil (DBH) yang diberikan ke daerah diperbesar menjadi 30-45%.

"Reformulasi yang kami sarankan adalah pertama, 30-45%, kami pingin penerimaan negara harus dibagikan ke daerah," kata Bahlil, di Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Rabu (16/10/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usulan ini berangkat dari porsi DBH yang menurutnya terbilang kecil. Padahal, sektor hilirisasi yang memberikan sumbangsih cukup besar terhadap negara, diiringi dengan dampak cukup besar terhadap kesehatan masyarakat di daerah terkait.

Bahlil mengatakan, nilai ekspor mengalami peningkatan signifikan berkat hilirisasi. Pada tahun 2017, ekspor nikel menghasilkan US$ 3,3 miliar, sedangkan berkat hilirisasi, saat ini nilainya mencapai US$ 34 miliar.

Hasil besar itu juga seiring dengan besarnya beban tanggungan oleh masyarakat sekitar kawasan. Berdasarkan hasil temuannya, berbagai masalah yang terjadi di daerah tempat hilirisasi industri nikel berada. Adapun untuk penelitiannya, ia mengambil Morowali Sulawesi Tengah dan Halmahera Utara Maluku.

"Kesehatan ISPA di Sulawesi, di Sulawesi Tengah khususnya di Morowali 54% itu kena semua. Kemudian di Halmahera Tengah itu jauh lebih baik. Dan air disana untuk air di Morowali, waduh itu minta ampun. Tapi ini jauh lebih baik ketimbang di Halmahera Tengah," ujarnya.

Dengan beban besar ini, Bahlil mengatakan, pemerintah daerah hanya mendapat porsi DBH 1/6 dari total penerimaan industri tersebut. Menurutnya, kondisi ini cukup mengejutkan.

"Ini juga menggelitik. Jadi jujur ini curiga saya dari awal itu. Saya bisa buktikan disini. DBH, contoh di Halmahera Tengah, satu kawasan industri bisa menghasilkan Rp 12,5 triliun. Tapi apa yang terjadi? Pemerintah pusat hanya membagikan kepada mereka kabupaten itu tidak lebih dari Rp 1,1 triliun rupiah. Dan provinsi hanya Rp 900 miliar," ujar dia.

"Sementara Beban tanggung jawab kepada mereka cukup luar biasa. Kesehatan, lingkungan, jalan-jalan, kemudian sampah, luar biasa sekali. Dan menurut saya, masa total pendapatan, DBH hanya 1/6 yang dikembangkan kepada daerah. Dan kemudian kenapa orang daerah selalu teriak," sambungnya.

Kondisi inilah yang menjadi latar belakang dirinya mengusulkan peningkatan porsi DBH menjadi 30-45%. Selain DBH, ia juga mengusulkan untuk dilakukan oemisahan antara dana hasil minyak dan gas (migas) dengan hilirisasi.

"Harus kita bedakan antara dana mati hasil dari oil dan gas dengan hilirisasi. Oil dan gas ini punya banyak, melibatkan masyarakat dan lingkungan. Tetapi hilirisasi nikel itu sepanjang jalan, sepanjang masyarakat itu kena. Jadi antara pendapatan dan pemberian itu harus saya rasa Fair," katanya.

Sidang tersebut berlangsung sekitar 2 jam. Usai memaparkan hasil disertasinya, sidang diskors sekitar 15 menit. Setelahnya, Ketua sidang disertasi yang dipimpin oleh Prof.Dr. I Ketut Surajaya, S.S.,M.A mengumumkan hasil sidang tersebut.

"Maka berdasarkan semua ini, tim penguji
memutuskan untuk mengangkat saudara Bahlil
Lahadalia menjadi doktor dalam program studi
Kajian Stratejik dan Global dengan yudisium
cumlaude," kata Ketut.

Simak: Video: Penjelasan UI soal Bahlil yang Selesaikan Studi S3 dalam 2 Tahun

[Gambas:Video 20detik]

(shc/kil)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global