Jakarta -
Menjelang pengumuman hasil proses merger XL Axiata dan Smartfren dalam waktu dekat ini, suasana makin 'memanas'. Presiden Direktur & CEO XL Axiata Dian Siswarini mendadak mundur dan serikat pekerja XL Axiata lakukan cuti massal.
Rencana penggabungan dua operator seluler itu akan dilakukan akhir 2024. Namun di saat bersamaan, terjadi kegaduhan di internal perusahaan XL Axiata. Proses merger XL Axiata dan Smartfren ini dinilai tidak transparan sehingga berdampak munculnya berbagai persoalan.
Proses Merger XL Axiata dan Smartfren
para pemegang saham Smartfren dan XL Axiata, yakni PT Wahana Inti Nusantara, PT Global Nusa Data dan PT Bali Media Telekomunikasi (Sinar Mas) dan Axiata Group Berhad (Axiata), sepakat untuk memasuki babak baru rencana penggabungan kedua anak perusahaannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun kedua para pemegang saham Smartfren dan XL Axiata itu sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang bersifat tidak mengikat, pada Rabu (15/5). Proses penjajakan tersebut digadang-gadang akan menemukan hasilnya di akhir tahun 2024. Jika merger XL Axiata dan Smartfren terwujud, maka jumlah operator seluler di Indonesia tinggal menyisakan tiga perusahaan.
Kabar terakhir dari proses ini adalah Rabu, 24 Oktober 2024 yang lalu. Saat itu, Presiden Direktur & CEO XL Axiata, Dian Siswarini di Sleman, DI Yogyakarta mengatakan proses due diligence untuk rencana merger XL Axiata-Smartfren akan berakhir. Proses merger diharapkan bisa rampung di akhir 2024 asalkan Komdigi dan OJK merespons cepat. Kedua pihak ingin merger bisa segera terlaksana. Bola nanti selanjutnya di tangan pemerintah.
"Bahwa memang target penyelesaiannya akhir tahun ini ya. Tapi kembali lagi bahwa closing dari merger ini sangat ditentukan oleh approval dari 2 institusi yang paling mempengaruhi dari Kementerian Komdigi dan dari OJK," kata Dian.
CEO XL Axiata Mundur
Gejolak internal operator seluler ini dimulai dengan mundurnya Dian Siswarini sebagai Presiden Direktur & CEO XL Axiata yang sudah dijalaninya dari 2015. Kabar ini tentunya sangat mengejukan di tengah proses merger yang sedang dilakukan.
Perempuan berhijab ini telah mengajukan permohonan pengunduran diri sejak 3 Desember 2024. Nantinya, pengunduran diri tersebut akan berlaku efektif sejak diperoleh berdasarkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terdekat.
"Adapun alasan pengunduran diri beliau adalah karena alasan pribadi," ucap Corporate Secretary XL Axiata Rany Astary Rachman.
Namun rupanya berdasarkan informasi dari narasumber yang diterima detikINET, Dian tidak masuk kalkukasi dan line up sebagai calon ceo mergeco dan bahkan disinyalir dia tidak banyak dilibatkan dalam keputusan keputusan terkait rencana merger.
Sementara itu, selama menjabat, Dian diketahui bikin gebrakan dengan menghadirkan fixed mobil covergence (FMC), pemberdayaan perempuan melalui Sisternet, dan XL Axiata tetap berkontribusi di tengah ekonomi yang menantang.
Terkait isu tersebut, management XL Axiata untuk saat ini informasi masih mengacu pada keterbukaan informasi ketika Dian menyatakan mundur dari jabatan Presiden Direktur & CEO XL Axiata.
"Mengenai pengunduran Ibu Dian, seperti yang kami sampaikan sebelumnya melalui informasi keterbukaan publik bahwa keputusan tersebut karena alasan pribadi," kata Reza Mirza - Group Head Corporate Communications XL Axiata.
Pegawai Cuti Massal
Prahara yang terjadi di jajaran direksi seperti efek domino terhadap para karyawan. Direksi XL Axiata yang semestinya mengetahui proses penggabungan perusahaan, justru mengaku tidak mendapatkan informasi yang semestinya diketahui mereka. Hal ini yang menimbulkan ketidakjelasan nasib pegawai ke depannya jika merger diamini oleh para pemegang saham.
Alhasil, Serikat Pekerja XL Axiata (SPXL) melakukan aksi cuti massal pada Jumat (6/12/2024). Langkah ini sebagai protes sekaligus tuntutan mereka agar proses merger XL Axiata dan Smartfren berjalan secara transparan.
"Cuti massal ini menuntut transparansi merger yang jadi pangkal utama masalahnya tidak adanya kejelasan, keterbukaan informasi dari holding, yakni Axiata Malaysia," ucapnya.
Jika tuntutan SPXL ini tidak dikehendaki induk perusahaan, Axiata, maka mereka akan melakukan aksi yang lebih besar lagi di kemudian hari.
"Terkait dengan aksi SPXL, pada prinsipnya manajemen menghormati aspirasi karyawan. Dan, karena aksi mereka ditujukan ke Axiata, maka terkait subtansi, kami tidak berkompeten untuk menanggapinya. Silahkan ditanyakan ke Axiata," ungkap Reza.
(agt/agt)