Abu Dhabi -
Induk perusahaan PT HM Sampoerna Tbk, Philip Morris International (PMI) mencatat Jepang jadi contoh sukses dalam menurunkan angka perokok signifikan lewat produk tembakau bebas asap. Dalam laporan PMI, lebih dari 50% volume produk tembakau dan nikotin kini menggunakan produk bebas asap. Bahkan, sekitar 70% pengguna di Jepang memilih produk bebas asap. Hal itu terjadi hanya dalam kurun waktu 10 tahun.
VP External Affairs kawasan South & Southeast Asia (SSEA), Commonwealth of Independent States (CIS), Middle East & Africa (MEA) PMI, Andrea Gontkovicova, berbagi pandangan tentang upaya yang bisa diambil dalam mengurangi jumlah perokok konvensional. PMI sendiri memiliki sejumlah produk alternatif tembakau bebas asap, salah satunya IQOS yang pertama kali diperkenalkan di Jepang di 2014. Hal pertama yang paling dibutuhkan adalah kerja sama banyak pihak.
"Hal yang paling penting adalah, dibutuhkan kerja sama banyak pihak untuk menciptakan produk bebas asap, untuk mewujudkan masa depan bebas asap, dan ini membutuhkan semua orang. Kami memiliki produk kami, kami memiliki ilmu pengetahuan, tetapi kami membutuhkan semua pihak, kami membutuhkan Anda," ujarnya dalam Olczak dalam Technovation: Smoke-Free by PMI di Abu Dhabi, ditulis Jumat (13/12/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Andrea, kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, ilmuwan, pakar medis, dan media, memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung produk tembakau bebas asap. Ia tak memungkiri produk tembakau bebas asap juga memang perlu diatur.
"Kami membutuhkan regulator yang menentukan aturan, dan kami ingin produk ini diatur, karena ini adalah nikotin, yang bersifat adiktif, benar, jadi memang pantas dan seharusnya diatur. Pada saat yang sama, kami juga ingin produk ini diizinkan," ujarnya.
Menurutnya, pendekatan ini sudah terlihat di Jepang, di mana produk tembakau bebas asap telah diperkenalkan lebih dari sepuluh tahun lalu. Andrea menyebutkan penurunan jumlah perokok di Jepang menjadi contoh bagaimana produk tersebut dapat membantu konsumen beralih dari rokok konvensional ke alternatif yang lebih rendah risiko.
"Kita dapat melihat apa yang terjadi di Jepang, terutama dalam hal penurunan jumlah perokok. Di sisi lain, kita melihat negara-negara seperti Selandia Baru, di mana pemerintah memberikan dukungan penuh kepada produk bebas asap untuk mewujudkan masa depan bebas asap," jelasnya.
Andrea menegaskan untuk menciptakan perubahan yang nyata, ada tiga elemen yang diperlukan. Tiga elemen itu adalah ketersediaan produk, penerimaan konsumen, dan kesadaran masyarakat.
"Ketersediaan produk penting agar perokok dewasa dapat memiliki akses ke produk ini. Kami percaya setiap perokok dewasa yang seharusnya akan terus merokok perlu diizinkan untuk memiliki akses ke produk ini. Produk tersebut harus tersedia," kata Andrea.
Dia juga menjelaskan penerimaan produk bukan hanya soal akses, tapi juga mengenai preferensi konsumen. Selain itu, edukasi dan pemahaman kepada para konsumen juga sangat dibutuhkan untuk mengurangi tingkat perokok konvensional.
"Bagaimana produk ini bekerja? Bagaimana cara memulainya? Bagaimana cara berhenti? Konsumen juga perlu memahami hal-hal ini. Ketersediaan informasi memiliki peran yang sangat besar," ujarnya.
Selain itu, Andrea menyoroti aspek keterjangkauan. Menurutnya, pajak harus proporsional sesuai tingkat risiko produk tembakau. Seharusnya, produk yang lebih beresiko dikenakan pajak yang lebih tinggi. Sebaliknya, produk yang aman idealnya dikenakan pajak lebih rendah. Pengurangan pajak dapat menjadi insentif bagi industri untuk berinvestasi lebih banyak dalam teknologi dan inovasi.
"Hal ini bukan hanya soal membuat produk tersedia, tetapi membuatnya hadir lebih cepat dan lebih efektif," kata Andrea.
Andrea mengajak semua pihak untuk bekerja sama mewujudkan solusi bebas asap di banyak negara, termasuk Indonesia. Dengan pendekatan seperti yang dicontohkan oleh Andrea, Indonesia punya peluang besar untuk mengadopsi langkah serupa, menciptakan lingkungan yang mendukung pergeseran dari rokok konvensional ke produk bebas asap yang lebih aman bagi masyarakat.
"Kami membutuhkan Anda, kami membutuhkan regulator, kami membutuhkan ilmuwan, kami membutuhkan pakar medis. Kami melakukan apa yang bisa kami lakukan, tetapi kami tidak bisa melakukannya sendirian," tutupnya.
(fdl/ara)