Jakarta -
Lewat pengembangan industri hilirisasi tembaga, Indonesia berhasil menduduki posisi strategis dalam tren transisi energi global. Langkah ini dinilai mampu mendukung teknologi rendah karbon sekaligus meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat bahwa ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia telah berkembang secara signifikan. Tak hanya itu, industri ini juga memiliki potensi strategis besar untuk menjawab kebutuhan pasar global.
Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menyebut Indonesia menempati posisi ke-10 dengan kepemilikan sekitar 3% dari total cadangan tembaga dunia, setara dengan 24.000 ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejajar dengan China dan berada di atas negara-negara seperti Kazakhstan, Zambia, dan Kanada. Sisa cadangan global sebesar 22% tersebar di berbagai negara lainnya. Meskipun bukan merupakan pemilik cadangan tembaga terbesar, posisi Indonesia cukup strategis dalam industri tembaga global. Besarnya cadangan yang dimiliki memberikan fondasi kuat bagi Indonesia untuk mengembangkan industri tembaga yang terintegrasi dan berkelanjutan. Posisi Indonesia sebagai pemilik cadangan tembaga terbesar ke-10 di dunia menunjukkan potensi signifikan dalam industri tembaga global," kata Esther dalam keterangan tertulis, Jumat (20/12/2024).
Seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi rendah karbon, kebutuhan global terhadap tembaga juga terus meningkat. Salah satu pendorong utama permintaan tembaga ini adalah industri kendaraan listrik.
Bukan tanpa alasan, teknologi ini membutuhkan logam tembaga dalam jumlah signifikan. Selain itu, pengembangan energi terbarukan seperti panel surya dan turbin angin, serta digitalisasi infrastruktur, memperkuat peran tembaga sebagai bahan strategis.
"Tren ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat sektor hilir tembaga melalui peningkatan nilai tambah. Dari pengolahan bijih tembaga menjadi konsentrat hingga produksi kabel listrik dan komponen kendaraan listrik, setiap tahapan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional," jelas Esther.
Esther menekankan Indonesia memiliki kepastian pasar untuk investasi jangka panjang dalam hilirisasi tembaga. Pengembangan produk, seperti komponen kendaraan listrik, sistem penyimpanan energi, dan infrastruktur energi pintar dinilai strategis untuk memperkuat daya saing nasional.
Apalagi, adanya kebijakan pemerintah yang menciptakan ekosistem industri terintegrasi yang mendukung keberhasilan ini. Implementasi UU Minerba menjadi salah satu pendorong utama terbentuknya rantai pasok yang kuat antara sektor hulu dan hilir.
"Kebijakan yang mendukung keberlanjutan dan inovasi teknologi menjadi kunci transformasi industri tembaga di Indonesia. Transformasi sektor tembaga melalui hilirisasi diproyeksikan memberikan dampak signifikan, baik dalam peningkatan nilai ekspor maupun penciptaan lapangan kerja. INDEF mencatat bahwa sektor ini dapat menghasilkan ratusan ribu lapangan kerja baru dan memberikan kontribusi signifikan terhadap GDP nasional," tutur Esther.
Lebih lanjut, Esther menjelaskan peningkatan kebutuhan global terhadap produk teknologi rendah karbon, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok global. Langkah ini tidak hanya memperkuat perekonomian domestik, tetapi juga memposisikan Indonesia sebagai pemimpin regional di sektor teknologi hijau.
Salah satu contoh nyata adalah PT Freeport Indonesia (PTFI) yang menyelesaikan pembangunan smelter tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas input 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Smelter ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 23 September 2024, menandai langkah signifikan dalam hilirisasi industri tembaga di Indonesia.
Smelter ini merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia yang dapat menghasilkan sekitar 600.000 hingga 700.000 ton katoda tembaga per tahun.
Ditambah lagi Indonesia memiliki smelter tembaga dan fasilitas pemurnian logam mulia di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) di Bawah naungan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMAN).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga turut memuji smelter tersebut karena menciptakan lapangan pekerjaan dan menaikkan pendapatan negara.
"Lapangan kerjanya pun udah paten. Pendapatan negara udah mulai naik. Harapan kita besok pengusaha nasional yang sudah dikasih izin tambang, kalau tidak bangun smelter, saya akan tinjau aja, harus dipaksa bangun smelter," kata Bahlil.
(prf/ega)