Jakarta -
Citra satelit mata-mata Amerika Serikat (AS) era 1970-an yang telah dideklasifikasi mengarahkan para arkeolog ke lokasi medan perang kolosal bersejarah 1.400 tahun lalu di wilayah yang saat ini bernama Irak.
Mereka membandingkan citra yang diambil selama era Perang Dingin dengan teks sejarah Pertempuran al-Qadisiyah, dan mendapati lokasinya sekitar 32 km selatan Kufa di Kegubernuran Najaf.
Sebuah struktur sepanjang 1,8 meter terlihat dalam foto hitam-putih, cocok dengan catatan kuno yang mengarahkan peneliti untuk mengungkap parit yang dalam, dua benteng dan sungai kuno yang pernah diseberangi oleh pasukan Persia yang menunggangi gajah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyelidikan juga menemukan pecahan tembikar yang sesuai dengan kurun waktu terjadinya pertempuran. Situs tersebut, yang sebelumnya dikenal sebagai Mesopotamia, adalah tempat tentara Sassanid, Persia, dan Arab bertempur dalam Pertempuran al-Qadisiyah yang mengakhiri kemenangan kaum Muslim.
Menurut penelitian tersebut, seperti dikutip dari Daily Mail, Sassanid kehilangan lebih dari 20 ribu tentara, sementara Muslim kehilangan lebih dari 10 ribu tentara. Pertempuran ini terjadi sekitar tahun 637 M dan merupakan kemenangan krusial bagi umat Islam Arab dalam menyebarkan Islam ke luar wilayah Arabia.
"Penemuan ini menyediakan lokasi geografis dan konteks pertempuran yang menjadi salah satu kisah awal ekspansi Islam ke wilayah Irak, Iran , dan sekitarnya saat ini," kata Dr William Deadman, arkeolog di University of Durham, Inggris.
Gambar ini diambil pada 1973 oleh satelit HEXAGON 'Search & Spotter', yang dikerahkan di Timur Tengah selama perang Arab-Israel. AS menjadi sangat bergantung pada minyak dari kawasan tersebut, dan ketergantungan itu terus meningkat selama konflik terjadi.
Namun, setelah Irak menandatangani perjanjian dengan Soviet pada April 1972, pejabat AS khususnya di Central Intelligence Agency (CIA) sepakat bahwa ancaman dari Baghdad patut mendapat perhatian dengan penggunaan satelit mata-mata.
Gambar yang digunakan oleh University of Durham, bersama dengan para arkeolog di Al-Qadisiyah University, dideklasifikasi pada 2022 khusus untuk penelitian.
Tim itu menemukan situs tersebut saat melakukan survei penginderaan jarak jauh untuk memetakan Darb Zubaydah (DZ), rute ziarah dari Kufah di Irak ke Makkah di Arab Saudi yang dibangun lebih dari 1.000 tahun yang lalu.
Gambar ini adalah close up dari sesuatu yang tampak seperti gundukan di foto, namun dulunya merupakan benteng yang digunakan dalam pertempuran. Foto: USGS/W.M Deadman
Mereka menemukan bahwa situs sekitar 32 km selatan Kufa di provinsi Najaf selatan Irak, daerah gurun dengan petak-petak lahan pertanian yang tersebar, memiliki fitur-fitur yang sangat cocok dengan deskripsi lokasi pertempuran al-Qadisiyah yang dijelaskan dalam teks-teks sejarah.
Temuan itu termasuk fitur dinding ganda, mungkin sebuah kanal, yang menghubungkan benteng persegi di pinggiran gurun dan pemukiman besar yang terkait dengan sistem benteng linear di tepi dataran banjir.
Dua stasiun DZ yang sebelumnya tidak teridentifikasi, al-Qadisiyyah dan al-'Udhayb, juga diidentifikasi selama survei ini.
"Tempat-tempat bersejarah ini paling dikenal dari teks-teks yang menggambarkan salah satu pertempuran paling terkenal dari penaklukan Islam awal," tim tersebut berbagi dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Antiquity.
Dinasti Sassaniyah memerintah wilayah tersebut setelah didirikan pada tahun 224A, tetapi menjadi dinasti kekaisaran Persia terakhir setelah kemenangan Muslim dalam Pertempuran al-Qadisiyah.
Mereka memiliki sistem kasta dengan empat kelas: pendeta, prajurit, sekretaris, dan rakyat jelata. Tentara Arab adalah bagian dari Kekhalifahan Rashidun, yang dipimpin oleh empat penerus pertama Nabi Islam, Muhammad.
Kelompok ini merupakan pejuang yang hebat, menggunakan pasukan kejut, manuver mengapit, panahan berkuda, pengepungan, pengintaian, penyerbuan, dan pengembangbiakan kuda.
Bangkitnya Islam dan penaklukan Arab, yang bertujuan untuk memperluas Kekhalifahan Islam baru, memicu konflik antara kedua negara.
"Timur Tengah telah berkembang pesat dalam 50 tahun terakhir, baik perluasan pertanian maupun perluasan perkotaan," kata Dr. Deadman.
"Beberapa fitur yang menonjol di situs al-Qadisiyah, seperti parit yang khas, jauh lebih 'murni dan jelas' dalam gambar tahun 1970-an," ujarnya.
(rns/rns)