Kajian Penghitung Kerugian Negara di Kasus Timah Dinilai Janggal

3 weeks ago 23

Jakarta -

Ahli yang menghitung kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dari kasus korupsi timah, Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung (Babel). Kajian Bambang dinilai janggal.

Bambang dinilai tidak seharusnya ditunjuk oleh penyidik bila ingin dihadirkan sebagai saksi ahli. Pada pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 7 tahun 2014, disebutkan bahwa ahli harusnya ditunjuk oleh pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggung jawab di bidang penaatan hukum lingkungan Instansi Lingkungan Hidup Pusat atau pejabat eselon II Instansi Lingkungan Hidup Daerah.

Metode penghitungan Guru Besar IPB itu dianggap tidak jelas. Hasil hitungan Bambang Hero itu langsung diadopsi oleh BPKP tanpa dilakukan pengecekan atau audit perhitungan kerugian keuangan kerugian negara. Hal ini terungkap dalam persidangan ahli BPKP Suaedi yang menyatakan tidak mengetahui sama sekali dasar perhitungan Rp 271 triliun karena hal tersebut merupakan perhitungan Bambang Hero dan BPKP hanya mengadopsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Belum lagi penggunaan citra satelit yang dipakai Bambang Hero sebagai dasar menghitung kerugian negara dianggap kurang akurat karena menggunakan resolusi menengah tidak berbayar.

Kuasa hukum terdakwa Muhamad Riza Pahlevi, Junaedi Saibih mengatakan, memang sejak awal ada dugaan hasil kajian Bambang Hero sudah keliru.

"Ada sejumlah dugaan kesalahan yang secara prosedural dan akademik menjadi kesalahan kejaksaan agung/JPU dan Prof. Bambang Hero Saharjo dalam menghitung kerugian keuangan negara," ungkap Junaedi, di Jakarta, Minggu (12/1/2025).

Pandangan tersebut didasarkan pada tidak adanya keterlibatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses penghitungan kerugian negara dan Laporan Hasil Analisa yang selalu disebutkan tidak diungkap dalam persidangan serta tidak pernah dilampirkan sebagai barang bukti, padahal dalam perkara Tindak Pidana Korupsi bukti kerugian keuangan negara adalah bukti utama.

Selain itu Bambang Hero juga gagal menyajikan rincian perhitungan negara dalam kajiannya sendiri pada saat dihadirkan sebagai saksi persidangan. Sehingga baik BPKP maupun Bambang Hero tidak pernah memberikan penjelasan yang komprehensif terkait perhitungan kerugian lingkungan Rp 271 triliun.

Bahkan, lanjut Junaedi, hasil putusan pengadilan pada sidang sebelumnya juga tidak merinci dan menjelaskan dasar pertimbangan nilai kerugian negara Rp 300 triliun. Sehingga memperkuat dugaan bahwa hasil kajian perhitungan negara tersebut sejak awal tak bisa dipertanggungjawabkan.

"Putusan pengadilan juga tidak memberikan penilaian bahwa kerugian angka Rp 300 triliun merupakan actual lost (kerugian yang nyata)" jelas dia lagi.

Pasal 6 Ayat (1) dan (2) Permen LH 7 Tahun 2014 menyatakan dengan tegas bahwa hitungan berdasarkan permen ini masih dapat mengalami perubahan. Redaksional ini menunjukkan bahwa hasil hitungan berdasarkan permen LH 7 Tahun 2014 bertentangan dengan prinsip kerugian keuangan negara yang harus nyata dan pasti.

Redaksional nilai hitungan kerusakan lingkungan yang "dapat mengalami perubahan dalam pasal 6 juga disebutkan merupakan angka hitungan untuk negosiasi sengketa lingkungan hidup dan relevansinya dengan tugas pemerintah atau pemerintah daerah yang akan melakukan tugas pemulihan kondisi lingkungan, seperti tertulis pada lampiran II Permen LH No 7 tahun 2014.

Tanggung jawab pemulihannya pun tak ditumpukan pada badan usaha melainkan pada pemerintah atau pemerintah daerah.

Kejanggalan kajian Bambang Hero itu, menurut Junaedi, yang memicu kegaduhan baik di kalangan akademisi maupun masyarakat Bangka Belitung yang akhirnya melakukan aksi unjuk rasa dan gugatan hukum kepada Bambang Hero.

Sebelumnya, mengutip detikNews, Guru Besar IPB Bambang Hero Saharjo buka suara setelah dilaporkan ke Polda Bangka Belitung oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma. Bambang dilaporkan perihal penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan megakorupsi tata kelola pertambangan di PT Timah.

Bambang mengaku baru mengetahui hal itu dari pemberitaan media. Dia lantas heran dengan tudingan pelapor. Sebab, penghitungan itu dilakukannya atas permintaan penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung.

"Pertama dia bilang saya membikin keterangan palsu, nah keterangan palsunya itu seperti apa? Karena saya itu diminta secara resmi oleh penyidik Pidsus Kejaksaan Agung dan kemudian tugas itu saya laksanakan," kata Bambang saat dimintai konfirmasi, Sabtu (11/1/2025).

Bambang menuturkan apa yang dikerjakannya pun telah sesuai dengan peraturan yang ada. Dia mengklaim bukan pertama kali melakukan penghitungan kerugian lingkungan.

"Peraturan Menteri LH Nomor 7 Tahun 2014 itu menyatakan yang berhak menghitung itu adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi. Nah, saya kan ahli lingkungan, boleh dong, lalu palsunya itu di mana," ujar Bambang.

"Kalau saya dikatakan memberikan keterangan palsu, di persidangan mestinya dari awal sudah ditolak sama majelis dan saya menangani kasus itu, lingkungan, sudah seribu kasus itu dari tahun 2000 sampai sekarang," lanjutnya.

Lebih jauh, Bambang menerangkan pihaknya mulai melakukan penghitungan kerugian lingkungan pada kasus itu sekitar bulan Desember 2023. Dia bersama tim bahkan turun langsung untuk melihat kondisi di lapangan.

Sebab, Bambang menjelaskan, untuk melakukan penghitungan kerugian lingkungan, harus dipastikan dahulu kerusakan lingkungannya.

"Kami lakukan itu sampling, ambil sampel pada wilayah yang diduga rusak itu. Akhirnya apa? Positif rusak. Kami hitung dan seperti itu," jelas dia.

Sedangkan untuk memperoleh informasi seperti apa kondisi awal lingkungan yang telah rusak sebelumnya, Bambang bersama timnya menggunakan citra satelit. Dia menyebut telah memaparkan keseluruhan hasilnya saat persidangan.

"Ketika di sidang itu kan saya memaparkan secara detail itu, tahun 2015 seperti apa yang sudah disampaikan tadi, luasannya berapa, sehingga saya tahu ada taman nasional itu yang digali, ada kawasan konservasi, kawasan lindung, kawasan hutan. Jadi semua itu sudah terungkap, sudah telanjang sebetulnya di persidangan saya sudah sampaikan," sebutnya.

(rrd/rir)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global