MIsteri Kota Maya yang Hilang di Hutan Meksiko, Ketemu Pakai Lidar

5 days ago 9

Jakarta -

Saat meneliti survei lama hutan di Meksiko, para peneliti menemukan keberadaan kota peradaban Maya yang sebelumnya tidak tercatat. Kota tersebut tersembunyi di bawah hutan Meksiko.

Terletak di negara bagian Campeche di tenggara, kota yang oleh para peneliti diberi nama Valeriana ini dulunya memiliki alun-alun dan piramida. Adapun nama Valeriana diambil dari nama laguna di dekatnya.

Pada 2013, area tersebut dipetakan dengan Lidar, sebuah teknologi penginderaan jarak jauh, sebagai bagian dari survei 'non-arkeologi', menurut sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Antiquity.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para peneliti memeriksa kumpulan data yang ditemukan ini dan menemukan kota kuno itu tersembunyi di tempat yang terlihat jelas di area yang padat dengan pemukiman Maya. Secara keseluruhan, mereka menemukan bukti lebih dari 6.500 bangunan.

"Pemerintah tidak pernah tahu tentang hal itu, komunitas ilmiah tidak pernah tahu tentang hal itu," kata penulis utama studi Luke Auld-Thomas, seorang arkeolog di Northern Arizona University, dikutip dari Smithsonian Magazine.

Kota yang baru ditemukan itu tepat di sebelah satu-satunya jalan raya di daerah itu, dekat kota tempat orang-orang telah bertani secara aktif di antara reruntuhan selama bertahun-tahun.

Menurut penelitian tersebut, tata letak arsitektur Valeriana menunjukkan bahwa beberapa bagian kota dibangun sebelum tahun 150 M. Kota ini berkembang pesat selama periode Klasik zaman keemasan Kekaisaran Maya yang terjadi antara tahun 250 hingga 900 M.

"Kota itu terdiri dari dua kawasan monumental, dan yang lebih besar memiliki semua ciri khas ibu kota politik Maya Klasik," tulis para peneliti.

Kota itu berisi beberapa plaza tertutup yang terhubung, lapangan bola, tempat orang Maya bermain bola karet, piramida kuil, dan reservoir air tawar.

Valeriana adalah salah satu dari beberapa kota Maya yang hilang yang ditemukan melalui teknologi Lidar dalam beberapa tahun terakhir. Sebelum ada teknologi tersebut, para arkeolog menyurvei bentang alam yang luas dengan berjalan kaki, menebas vegetasi dengan parang, untuk melihat apakah mereka berdiri di atas tumpukan batu yang mungkin merupakan rumah seseorang 1.500 tahun yang lalu.

Namun, meskipun Lidar mempercepat dan memperluas proses survei, teknologi ini mahal. Jadi, alih-alih berupaya mendapatkan dana untuk melakukan survei baru, Auld-Thomas menyelidiki petunjuk bahwa mungkin pihak lain telah memetakan area tersebut.

Benar saja, ia menemukannya pada data penelitian dari pencarian Google. Salah satu halaman dokumen menuliskan bahwa sebuah proyek pemantauan hutan telah membuat survei Lidar terperinci di area tersebut satu dekade sebelumnya.

Dengan memanfaatkan survei tersebut, Auld-Thomas dan peneliti lain dari Tulane University, National Institute of Anthropology and History Meksiko dan University of Houston's National Center for Airborne Laser Mapping, dapat menjelajahi area Campeche yang belum pernah diselidiki oleh para arkeolog.

Para peneliti kini berencana mengunjungi Valeriana dan permukiman di sekitarnya secara langsung untuk mempelajari lebih lanjut tentang populasi pedesaan kuno di dataran rendah Maya.

Seperti yang dikatakan Auld-Thomas dalam pernyataannya, kota-kota Maya sangat beragam bentuknya, dan mempelajarinya dapat memperluas pandangan kita tentang seperti apa kehidupan pada masa itu.

"Di mana pun pekerjaan semacam ini dilakukan, makin banyak pemukiman yang ditemukan," kata Thomas Garrison, arkeolog di University of Texas di Austin yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

"Semua ini menyediakan lebih banyak bagian untuk teka-teki besar ini, dan setiap bagian teka-teki itu penting," ujarnya.


(rns/fay)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global