Jakarta -
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid berencana menerbitkan 537 badan usaha perkebunan sawit yang belum punya sertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Ini merupakan salah satu program prioritas dalam seratus hari pertamanya sebagai Menteri.
"Menyelesaikan pendaftaran dan penerbitan sertifikat Hak Guna Usaha atau HGU, untuk 537 badan hukum yang sudah mempunyai izin usaha perkebunan atau IUP kelapa sawit tapi belum punya HGU," kata Nusron dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Ia menjelaskan kondisi ini terjadi karena adanya perubahan isi dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 yang pada awalnya memperbolehkan para pengusaha perkebunan sawit ini untuk beroperasi hanya dengan IUP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun pada 2016 isi pasal ini kemudian sedikit diubah yang membuat para pengusaha tersebut juga harus memiliki sertifikat HGU untuk bisa beroperasi. Namun dalam praktiknya hingga 2024, para pengusaha nakal ini belum memiliki HGU, yang jika ditotal lahannya mencapai 2,5 juta hektare.
"Akibat keputusan itu ada 537 badan hukum dari tahun 2016 bulan Oktober sampai sekarang ini, sampai tahun 2024 ada yang menanam kelapa sawit punya izin IUP tapi tidak punya HGU. Nah ini yang mau kita tertibkan dalam 100 hari ini harus tuntas," terangnya.
"Kalau ditotal jumlahnya berapa? Jumlahnya ada 2,5 juta hektar, ini yang APL, Area Penggunaan Lain, bukan di kawasan hutan, yang di kawasan lain lagi itu di ranah rezimnya Kementerian Kehutanan," papar Nusron lagi.
Meski begitu, ia belum bisa memastikan apakah 537 badan usaha ini merupakan bagian dari para pengusaha sawit nakal yang membuat pemerintah kebocoran anggaran hingga Rp 300 triliun seperti yang diungkapkan oleh adik Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo.
Sebab menurutnya permasalahan di sektor perkebunan sawit ini terbagi menjadi dua. Satu masalah perkebunan sawit di Area Penggunaan Lain (APL) yang berada di bawah pengawasan kementeriannya, dan satu lagi terkait perkebunan sawit di hutan yang menjadi wewenang Kementerian Kehutanan.
Untuk itu Nusron mengaku pihaknya masih harus melakukan pencocokan data dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terlebih dahulu.
"Sedang saya cocokkan dengan data BPKP. Karena masalah sawit ini ada dua. Ada yang lahan hutan, yang ditanamin tapi masuk kawasan hutan, itu jumlahnya tanya sama Menteri Kehutanan. Ada lahan APL, area penggunaan lain, non-hutan. Itu tadi saya katakan 2,5 juta hektare itu di kami," papar Nusron.
"Nah apakah jumlahnya yang itu (Rp 300 triliun) sedang kami cocokkan dengan BPKP. Nanti malam saya ketemu beliau," ucapnya lagi.
Sanksi Menanti Pengusaha Sawit Nakal
Nusron mengatakan para pengusaha nakal ini nantinya akan diberi sanksi oleh pemerintah karena beroperasi tanpa memiliki HGU. Menurutnya sanksi yang diberikan salah satunya bisa berupa denda pajak yang jumlahnya masih dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"2,5 juta hektare ini sejak tahun 2016, katakanlah tahun 2017 sampai tahun 2024 ini di bulan Oktober ini kan sudah 7 tahun (2024-2017) mereka menanam, berusaha tanpa izin dan di bukan haknya, kan ini tentunya harus ada sanksi, ada hukuman," kata Nusron.
"Ini sanksinya berapa, hukumnya apa, bentuknya apa, kalau soal sanksinya urusannya pajak. Tapi kalau soal jumlahnya berapa dendanya berapa sedang dihitung oleh BPKP berapa dia harus membayar dan sebagainya," ucapnya lagi.
Di luar pengenaan denda pajak itu, Nusron mengatakan pihaknya belum tentu akan memberikan atau menerbitkan HGU yang diperlukan para pengusaha ini. Sebab menurutnya selama ini para pengusaha perkebunan sawit itu terbukti tidak taat peraturan dengan tidak mengajukan penerbitan sertifikat HGU sejak 2016 hingga 2024 ini.
"Pertanyaannya adalah di kami, masa dia sudah melanggar selama 7 tahun, belum bayar denda selama 7 tahun, menikmati hasil yang bukan haknya kemudian mengajukan pendaftaran (HGU) dan kemudian kita kasih hak kepada mereka yang sudah betul-betul tidak menunjukkan itikad dan ketaatan," terang Nusron.
"Nah ini yang mau kita tuntaskan, jadi bukan berarti pemahamannya 537 itu kita perpanjang (dapat HGU) belum tentu. Tergantung itikad baiknya dan keputusan politik yang diambil pemerintah," paparnya lagi.
Lihat Video: Menteri ATR/BPN: Kami Menginisiasi Mafia Tanah Dimiskinkan!
(fdl/fdl)