Jakarta -
Petani tembakau tegas menolak Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek sebagai aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024. Sebab hal ini dinilai dapat memberi dampak buruh terhadap industri hasil tembakau (IHT) secara keseluruhan termasuk mereka para petani.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kusnasi Mudi pada awalnya menjelaskan bahwa aturan terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek alias kemasan polos tersebut tidak secara langsung memberikan dampak kepada para petani.
Sebab salah satu dampak langsung dari kebijakan ini meningkatkan peredaran rokok ilegal. Di mana menurutnya baik rokok konvensional (legal) maupun ilegal sama-sama membeli tembakau dari petani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebetulnya kalau sepanjang dari sektor hulu itu, produk dari hulu itu tembakau petani masih dibeli oleh pabrikan sebenarnya nggak ada masalah oleh siapapun, yang penting dipergunakan untuk produk rokok, nggak ada masalah," kata Kusnasi kepada detikcom, ditulis kembali Senin (4/11/2024).
Namun untuk jangka panjang, aturan tersebut berpeluang mengganggu iklim IHT di sektor hilir yakni para produsen rokok. Di mana hal ini dapat berimbas terhadap hasil penyerapan tembakau para petani.
"Tapi permasalahannya adalah nanti jika terkait kemasan polos ini sama artinya pemerintah akan melegalkan yang ilegal, takutnya dari situ. Walaupun sebenarnya rokok-rokok ilegal juga sumbernya sama, tembakaunya dari petani, sebenarnya nggak ada masalah. Tapi dalam jangka panjang kan nggak mungkin," tambahnya
Belum lagi, selama ini lebih dari 90% hasil tembakau para petani diserap oleh industri rokok konvensional alias perusahaan-perusahaan legal. Sehingga kalau kinerja produsen rokok legal ini terganggu, tentu akan sangat berdampak pada jumlah penyerapan tembakau hasil panen para petani.
Parahnya lagi, rendahnya penyerapan komoditas tembakau ini secara langsung juga menurunkan harga jual dari petani. Di mana pada 2024 ini rata-rata harga tembakau sudah turun sekitar 10% jika dibandingkan 2023 lalu.
"Tahun lalu yang 2023 itu harga tembakau memang sangat tinggi. Kalau sekarang ya kurang lebih sekitar 10% penurunan harga," kata dia.
Penyeragaman Kemasan Rokok Tanpa Identitas Merek Bisa Bikin Peredaran Rokok Ilegal Menjamur
Secara terpisah Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dapat mempersulit pengawasan peredaran rokok di Tanah Air.
Sebab dengan penyeragaman kemasan rokok tanpa merek ini dapat mempermudah para pembuat rokok ilegal untuk meniru kemasan rokok-rokok legal. Sehingga pihak berwenang maupun masyarakat akan semakin sulit dalam membedakan mana rokok legal dan mana yang ilegal.
Belum lagi rokok ilegal sendiri belum tentu memenuhi standar-standar industri hasil tembakau (IHT) sesuai aturan yang berlaku. Hal ini tentu malah dapat membahayakan para konsumen.
"Ya kalau (penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek) dilakukan malah nanti subur itu, tubuhnya rokok selundupan (ilegal)," terang Trubus.
"Nanti pengawasannya kan susah, kalau polos kan susah (membedakan rokok legal dan ilegal). Nanti orang menyelundupkan gitu, kalau polos kan nggak ada mereknya, nggak ada apa-apanya, akhirnya nanti banyak orang membuat tiruan-tiruan dan itu malah membahayakan," ucapnya lagi.
Kondisi inilah yang menurutnya akan membuat pangsa pasar rokok legal semakin tergerus. Padahal perusahaan-perusahaan rokok inilah yang selama ini membayar pajak pendapatan dan cukai, sedangkan penjual rokok ilegal tidak.
"Pengaruhnya mereka yang rokok-rokok formal itu akan makin terjepit, makin susah. Nanti (peredaran rokok) akan dikuasai rokok ilegal, rokok selundupan yang akan menguasai," kata Trubus.
Lihat Video: Cukai Hasil Tembakau, Peluang dan Tantangan dalam Pemberantasan Rokok Ilegal
(fdl/fdl)