Terungkap Dinosaurus Ini Pakai Sayap untuk Berlari Cepat

3 weeks ago 11

Jakarta -

Di masa ketika dinosaurus raksasa menguasai bumi, bayangkan sesosok makhluk kecil seukuran burung pipit, berlari dengan kecepatan yang mencengangkan di antara rerimbunan tumbuhan prasejarah. Bukan hanya kakinya yang lincah, tapi juga sayap berbulunya yang mengepak, membantunya melesat laksana pelari super dari masa lampau!

Inilah Dromaeosauriformipes rarus, seekor raptor mini yang jejak fosilnya berusia 100 juta tahun ditemukan di Korea Selatan. Penemuan ini mengguncang dunia paleontologi, membuka tabir rahasia tentang evolusi penerbangan dinosaurus.

Dromaeosauriformipesrarus merupakan raptor berjari dua "dinky" seukuran burung pipit modern, kata para ilmuwan dari Universitas Maryland di AS. Usianya hampir 100 juta tahun (periode Kapur) dan ditemukan di lempengan batu di Korea Selatan. Namun yang membuat para peneliti bingung adalah jejak kaki fosil yang menunjukkan bahwa dinosaurus tersebut punya langkah raksasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jejak-jejak ini adalah teka-teki karena jejak kaki mereka sangat kecil tetapi mereka sangat jauh," kata ahli paleontologi Thomas Holtz, yang merupakan bagian dari tim yang membuat penemuan itu.

Sebuah penelitian yang dipimpin oleh para peneliti dari Universitas Cina Hong Kong dan Dakota State University menemukan bahwa Dromaeosauriformipes rarus, seekor dinosaurus kecil yang terkait dengan burung, tidak hanya berlari di darat. Sebaliknya, ia menggunakan lengan berbulunya untuk mengepak dan mencapai daya angkat, memungkinkannya untuk bergerak lebih cepat daripada yang bisa dilakukan hanya dengan kakinya.

Gerakan "lari flap" ini adalah campuran antara berlari dan terbang. Ini menghasilkan daya angkat yang cukup untuk ledakan pendek, memungkinkan dinosaurus memanjat pohon, tetapi itu bukan penerbangan penuh. Meskipun microraptorines adalah kerabat Velociraptor dan burung modern, masih belum jelas apakah D. rarus dapat terbang untuk waktu yang lama.

Penelitian ini menunjukkan bahwa lari flap tidak eksklusif untuk burung, memberikan wawasan baru tentang asal usul penerbangan dan gerakan serupa pada hewan prasejarah.

"Kita sekarang dapat melewati perdebatan tentang apakah dinosaurus pra-burung menggunakan lengan mereka untuk membantu mereka bergerak sebelum penerbangan berevolusi, dan mulai mengungkap detail yang hilang seperti spesies mana yang memiliki kemampuan ini dan kapan dan sejauh mana mereka dikembangkan," kata Dr. Michael Pittman, seorang paleontolog di Universitas Cina Hong Kong.

"Temuan kami menunjukkan bahwa Dromaeosauriformipes rarus perlu berlari dengan kecepatan sekitar 10,5 m per detik (23,5 mph) untuk membuat jalur yang hanya menggunakan kekuatan kaki belakang," kata ahli paleontologi Universitas Negeri Dakota Dr. Alex Dececchi

"Kecepatan relatif yang ditunjukkan oleh jejak kami lebih tinggi daripada hewan lari hidup apa pun, termasuk bunta dan cheetah."

Dromaeosauriformipes rarusDromaeosauriformipes rarus Foto: ALEX BOERSMA/PROCEEEDINGS THE NATIONAL ACADEMY OF SCIENCES

Para peneliti awalnya menduga jejak kaki fosil itu mungkin dibuat oleh dinosaurus dengan kaki yang panjang dan mirip dengan "karakter Dr Seuss". Mereka juga menguji teori bahwa hewan itu bisa saja "sangat cepat".

Setelah mempertimbangkan tinggi pinggul dinosaurus, mereka memperkirakan bahwa kecepatan yang dibutuhkan untuk mencapai langkah panjang akan menjadi sekitar 10,5 meter per detik.

"Kecepatan relatif yang ditunjukkan oleh jejak kaki lebih tinggi daripada hewan lari hidup apa pun, termasuk bunta dan cheetah." ujar Dececchi.

Mereka menyimpulkan bahwa jalur tersebut diproduksi pada kecepatan yang lebih rendah dengan dinosaurus yang memanjangkan panjang langkahnya menggunakan gaya yang dihasilkan oleh kepakan lengan berbulunya.

Jejak kaki yang unik, kata para ilmuwan, ditinggalkan "di tengah-tengah" dinosaurus yang lepas landas atau mendarat.

"Dengan demikian asal usul penerbangan mungkin bukan hanya biner dari 'bisa atau tidak bisa' tetapi sebuah spektrum," kata studi tersebut.

Hasil penelitian ini sendiri sudah dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).


(afr/afr)

Read Entire Article
Industri | Energi | Artis | Global